Sabtu, 28 Februari 2015

DI ANTARA TANDA-TANDA HATI YANG MATI

DI ANTARA TANDA-TANDA HATI YANG MATI :
1."Tarkush sholah" Berani meninggalkan sholat fardhu.
2. "Adzdzanbu bil farhi" Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS al A'raf 3)
3. "Karhul Qur'an" Tidak mau membaca Al-Qur'an.
4. "Hubbul ma'asyi" Terus menerus maksiat.
5. "Asikhru" Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.
6. "Ghodbul ulamai" Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.
7, "Qolbul hajari" Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian,kuburan dan akhirat.
8. "Himmatuhul bathni" Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.
10. "Anaaniyyun" tidak mau tau, "cuek" atau masa bodoh keadaan orang lain,bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.
11. "Al intiqoom "Pendendam hebat.
12. "Albukhlu" sangat pelit.
13. "Ghodhbaanun" cepat marah karena keangkuhan dan dengki.
14. "Asysyirku" syirik dan percaya sekali kepada dukun & prakteknya.

Semoga Allah menghiasi hati kita dengan keindahan iman dan kemuliaan akhlak.

Minggu, 22 Februari 2015

Keutamaan Dzikir_Shahih sunan Ibnu Majah

Shahih Sunan Ibnu Majah : " 53. Keutamaan Dzikir "
3072-3858. Dari Abu Darda' RA, bahwa Nabi SAW bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan tentang sebaik-baiknya amalan kalian dan lebih dicintai oleh Tuhan kalian, paling tinggi di antara derajat kalian, lebih mulia bagi kalian dari bersedekah dengan emas dan perak, serta dari bertempur dengan musuh - musuh kalian kemudian kalian tebas batang leher mereka dan (atau) mereka tebas batang leher kalian?" Para sahabat bertanya, "Amalan apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berdzikir kepada Allah.'' Mu'adz bin Jabal RA berkata, "Tidaklah suatu amalan yang dikerjakan oleh seseorang lebih dapat melindungi dirinya dari adzab Allah SWT selain berdzikir kepada-Nya."
3073-3859. Dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id RA, keduanya menyaksikan Nabi SAW bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk di dalam sebuah majelis untuk berdzikir kepada Allah, melainkan para malaikat akan menaunginya. Dan kaum itu akan diselimuti rahmat, ketenangan atas diri mereka akan terus turun, dan Allah akan (bangga) memberitahukan tentang mereka kepada (siapapun) yang berada di sisi-Nya."
3074-3860. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT berfirman, 'Aku (selalu akan) bersama hamba-Ku selama ia berdzikir kepada-Ku, dan (selama) kedua bibirnya bergerak menyebut nama-Ku"
3075-3861. Dari Abdullah bin Busr, bahwa seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah SAW, "Sesungguhnya ajaran-ajaran Islam telah banyak kuketahui, maka beritahukanlah kepadaku sesuatu darinya yang dapat aku ucapkan berulang-ulang." Nabi SAW menjawab, "Selama lidahmu terus bergerak dengan berdzikir kepada Allah SWT."

Kamis, 19 Februari 2015

Hadis Tentang Mempercayai Ramalan zodiak

Apabila cuma sekedar membaca zodiak atau ramalan bintang, walaupun tidak mempercayai ramalan tersebut atau tidak membenarkannya, maka itu tetap haram. Akibat perbuatan ini, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim no. 2230). Ini akibat dari cuma sekedar membaca.
Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim, 14: 227)

Selasa, 17 Februari 2015

Hukum Makan Dan Minum Dengan Tangan Kiri

Hukum Makan Dan Minum Dengan Tangan Kiri
Diantara adab yang diajarkan Islam ketika makan atau minum adalah makan dan minum dengan tangan kanan. Dan Islam melarang makan atau minum dengan tangan kiri. Hal ini pun sejatinya sesuai dengan kebiasaan orang timur terutama di negeri kita. Dan sangat disayangkan sekali sebagian kaum Muslimin tidak mengindahkan adab yang indah ini.
Anjuran makan dan minum dengan tangan kanan
Ketahuilah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasa menggunakan tangan kanan untuk sebagian besar urusannya yang baik-baik. Sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari 168).
Termasuk juga dalam masalah makan dan minum beliau senantiasa mendahulukan tangan kanan. Sebagaimana juga diceritakan oleh sahabat Umar bin Abi Salamah radhiallahu’anhuma:
: كُنْتُ غُلاَمًا فِي حِجْرِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَال لِي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُل بِيَمِينِكَ، وَكُل مِمَّا يَلِيكَ
Sewaktu aku masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam, pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil makanan) di nampan. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”. (HR. Bukhari no.5376, Muslim no.2022)
Ini juga berlaku ketika minum, berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ . وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ . فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بشمالِهِ ويشربُ بشمالِهِ
“jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya” (HR. Muslim no. 2020).
Perhatikan bahwa hadits-hadits di atas menggunakan kata perintah كُل بِيَمِينِكَ (makanlah dengan tangan kananmu), فليأكلْ بيمينِهِ (makanlah dengan tangan kanannya). Dan hukum asal dari perintah adalah wajib.
Maka sudah sepatutnya setiap Muslim memperhatikan adab ini dan tidak meremehkannya, jika ia memang bersemangat untuk menaati Allah dan Rasul-Nya serta bersemangat untuk meneladani Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Hukum makan dan minum dengan tangan kiri
Setelah mengetahui pemaparan di atas, lalu bagaimana hukum makan dan minum dengan tangan kiri? Adapun makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur, maka hukumnya boleh. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
الأكل باليد اليسرى بعذر لا بأس به، أما لغير عذر فهو حرام
“makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur hukumnya tidak mengapa, adapun jika tanpa udzur maka haram” 1
Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (6/119) juga disebutkan:
فَإِنْ كَانَ عُذْرٌ يَمْنَعُ الأَْكْل أَوِ الشُّرْبَ بِالْيَمِينِ مِنْ مَرَضٍ أَوْ جِرَاحَةٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ فَلاَ كَرَاهَةَ فِي الشِّمَال
“jika ada udzur yang menghalangi seseorang untuk makan atau minum dengan tangan kanan, semisal karena sakit atau luka atau semisalnya maka tidak makruh menggunakan tangan kanan”
Dan kami tidak mengetahui adanya khilaf diantara para ulama mengenai hal ini.
Sedangkan makan dan minum dengan tangan kiri tanpa udzur, ada dua pendapat ulama dalam masalah ini:
Pendapat pertama, hukumnya makruh. Ini adalah pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah.
صَرَّحَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ بِأَنَّهُ يُكْرَهُ الأَْكْل وَالشُّرْبُ بِالشِّمَال بِلاَ ضَرُورَةٍ
“Syafi’iyyah dan Hanabilah menegaskan bahwa makruh hukumnya makan dan minum dengan tangan kiri ketika tidak dalam keadaan darurat” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 45/294).
Diantara ulama masa kini yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh dan Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahumallah. Mereka memaknai dalil-dalil larangan makan dan minum sebagai larangan yang sifatnya bimbingan yang tidak sampai haram, namun makruh lit tanzih. Hal ini ditunjukkan dalam sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam :
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُل بِيَمِينِكَ، وَكُل مِمَّا يَلِيكَ
“wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”
dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan perkara-perkara yang hukumnya mustahab bukan wajib menurut mereka2.
Pendapat kedua, hukumnya haram. Ini adalah pendapat para ulama muhaqiqqin seperi Ibnu Hajar Al Asqalani, Ibnul Qayyim, Ibnu ‘Abdil Barr, Ash Shan’ani, Asy Syaukani dan juga para ulama besar zaman ini seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:
إذا أَكَلَ أحدُكُم فليأكلْ بيمينِهِ . وإذا شرِبَ فليشربْ بيمينِهِ . فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بشمالِهِ ويشربُ بشمالِهِ
“jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya” (HR. Muslim no. 2020).
Dalam hadits ini terdapat dua poin: perintah makan dengan tangan kanan dan larangan makan dengan tangan kiri.
Juga hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تأكلوا بالشِّمالِ ، فإنَّ الشَّيطانَ يأكلُ بالشِّمالِ
“janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena setan makan dengan tangan kiri” (HR. Muslim 2019)
Pendapat kedua adalah pendapat yang rajih, yang sesuai dengan dalil-dalil yang tegas memerintahkan makan dengan tangan kanan ditambah lagi dalil-dalil yang tegas melarang makan dan minum dengan tangan kiri.
Andaikan hanya ada dalil perintah makan dan minum dengan tangan kanan, maka itu sudah cukup kuat untuk mengharamkannya. Sebagaimana kaidah:
الأمر بالشيء نهي عن ضده
“perintah terhadap sesuatu, merupakan larangan terhadap kebalikannya”
Namun dalam masalah ini tidak hanya ada dalil perintah makan dan minum dengan tangan kanan, bahkan juga terdapat dalil larangan makan dan minum dengan tangan kiri. Sehingga lebih tegas lagi keharamannya.
Jangan meniru setan!
Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
فَإِنَّ الْآكِلَ بِهَا، إِمَّا شَيْطَانٌ وَإِمَّا مُشَبَّهٌ بِهِ
“yang makan dengan tangan kiri, kalau ia bukan setan maka ia menyerupai setan” (Zaadul Ma’ad, 2/369)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan: “makan dan minum dengan tangan kiri ketika ada udzur hukumnya tidak mengapa, adapun jika tanpa udzur maka haram. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarangnya, beliau bersabda:
إن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
‘sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya‘
dan Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya ia menyuruh kepada perbuatan buruk dan kemungkaran” (QS. An Nur: 21)
Kemudian, setan itu senang jika anda makan dengan tangan kiri anda, karena itu artinya anda telah mengikuti setan dan menyelisihi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka ini bukan perkara remeh! Jika anda makan atau minum dengan tangan kiri, setan sangat bergembira karena perbuatan tersebut. Ia gembira karena anda telah mencocoki dirinya dan menyelisihi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka ini bukan perkara remeh! Oleh karena itu wajib bagi para penuntut ilmu untuk melarang orang-orang awam melakukan perbuatan ini.
Banyak orang yang kita dapati ketika makan, mereka minum dengan tangan kiri. Kata mereka: “nanti gelasnya kotor”. Padahal kebanyakan gelas sekarang terbuat dari kertas yang hanya sekali pakai saja. Maka jika demikian biarkan saja ia terkena noda (dari bekas makan). Kemudian, masih memungkinkan anda memegangnya pada bagian bawahnya diantara telunjuk dan ibu jari, kemudian meminumnya. Lalu andaikan alternatif-alternatif barusan tidak memungkinkan, maka biarkan saja gelasnya terkena noda nanti bisa dicuci, ini bukan hal yang musykilah.
Karena selama seseorang itu tahu bahwa melakukan hal tersebut hukumnya haram dan berdosa jika minum dengan tangan kiri, maka yang haram itu tidak boleh dilakukan kecuali darurat”3
Khan cuma makruh?
Sebagian orang ada yang beralasan “bukankah sebagian ulama hanya memakruhkan, tidak mengharamkan?”.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “sebagian ulama memang berpendapat makruh. Namun, wahai saudaraku, saya nasehatkan anda dan yang lainnya, ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, janganlah anda mengatakan ‘bukankah sebagian ulama berpendapat begini dan begitu?‘. Para ulama berfatwa sesuai pemahaman mereka. Terkadang mereka mengetahui dalilnya, namun salah dalam memahaminya. Dan terkadang mereka tidak mengetahui dalilnya, dan terkadang dalil dalam suatu masalah itu khafiy (samar).
Bukankah para sahabat Nabi pernah tidak mengetahui hadits tentang tha’un? Ketika Umar bin Khathab berangkat menuju Syam, ada yang mengabari beliau bahwa di Syam sedang ada tha’un (wabah penyakit). Lalu beliau berdiri dan bermusyawarah dengan para sahabat. Lalu datang juga kaum Muhajirin dan Anshar yang turut berdiskusi dalam ruangan. Mereka semua ketika itu tidak tahu tenatng hadits tha’un! Namun walhamdulillah, Allah memberi taufiq kepada mereka untuk kembali dan tidak melanjutkan perjalanan. Yaitu melalui Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhu yang meriwayatkan hadits tersebut, yang awalnya ia tidak hadir di rombongan. Namun kemudian ia datang dan menyampaikan hadits tersebut. Semua sahabat ketika itu tidak tahu haditsnya, dan padahal ketika itu jumlah mereka terbatas (sedikit). Maka bagaimana lagi ketika umat sudah tersebar dan ulama juga sudah tersebar? Maka tidak semestinya kita menentang sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan perkataan ‘apa dalam masalah ini ada khilaf?‘ atau ‘bukankah sebagian ulama berpendapat begini dan begitu?‘. Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada kita:
لا يأكل أحدكم بشماله، ولا يشرب بشماله؛ فإن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
‘janganlah kalian makan dan minum dengan tangan kiri karena setan makan dan minum dengan tangan kiri‘
maka habis perkara. Jika seorang mukmin disuruh memilih, apakah anda lebih suka dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ataukah lebih suka dengan jalannya setan? Apa jawabnya? Tentu akan menjawab, saya lebih suka dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”4
Selain itu, andaikan seseorang menguatkan pendapat makruhnya hal ini, maka yang makruh itu hendaknya dijauhi. Ketika para ulama mengatakan hukumnya makruh, maka mereka menginginkan orang-orang menjauhi hal tersebut, bukan malah melakukannya apalagi menjadikannya kebiasaan. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ
“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas. Diantaranya ada yang syubhat, yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhi yang syubhat, ia telah menjaga kehormatan dan agamanya. Barangsiapa mendekati yang syubhat, sebagaimana pengembala di perbatasan. Hampir-hampir saja ia melewatinya” (HR. Bukhari 52, Muslim 1599)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي من ابْن آدم مجرى الدم
“Sesungguhnya setan ikut mengalir dalam darah manusia” (HR. Bukhari 7171, Muslim 2174)
Al Khathabi menjelaskan hadits ini:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنَ الْعِلْمِ اسْتِحْبَابُ أَنْ يَحْذَرَ الإِنْسَانُ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ مِنَ الْمَكْرُوهِ مِمَّا تَجْرِي بِهِ الظُّنُونُ وَيَخْطُرُ بِالْقُلُوبِ وَأَنْ يَطْلُبَ السَّلامَةَ مِنَ النَّاسِ بِإِظْهَارِ الْبَرَاءَةِ مِنَ الرِّيَبِ
“Dalam hadits ini ada ilmu tentang dianjurkannya setiap manusia untuk menjauhi setiap hal yang makruh dan berbagai hal yang menyebabkan orang lain punya sangkaan dan praduga yang tidak tidak. Dan anjuran untuk mencari tindakan yang selamat dari prasangka yang tidak tidak dari orang lain dengan menampakkan perbuatan yang bebas dari hal hal yang mencurigakan” (Talbis Iblis, 1/33)
Kesimpulan
Wajib makan dan minum dengan tangan kanan dan haram hukumnya makan dan minum dengan tangan kiri. Dan makan dan minum dengan tangan kiri adalah perbuatan setan. Pendapat yang menyatakan makruh adalah pendapat yang lemah, namun andaikan seseorang mengambil pendapat ini maka tetaplah hendaknya ia menjauhinya bukan malah melakukannya.
Semoga bermanfaat, nas-alullah at taufiq was sadaad.
Catatan kaki
1 http://islamancient.com/play.php?catsmktba=19833
2 Sebagaimana penjelasannya Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh dalam halaman berikut: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php
3 http://islamancient.com/play.php?catsmktba=19833
4 idem

Pacaran adalah zina

Pacaran adalah zina
Zina adalah menikmati lawan jenis yg belum halal. Baik dg berbicara, mendengar, melihat, menyentuh, mencium aroma, membayangkan dan seterusnya.
Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
العينان زناهما النظر، والأذنان زناهما الاستماع، واللسان زناه الكلام، واليد زناها البطش، والرجل زناها الخطا، والقلب يهوى ويتمنى، ويصدق ذلك الفرج أو يكذبه)). متفق عليه. هذا لفظ مسلم،
Mata berzina dg melihat, telinga berzina dg mendengar, mulut berzina dg berbicara. tangan berzina dg menyentuh, kaki berzina dg melangkah, dan hati ingin dan.membayangkan. Hal itu dibenarkan dan didustakan oleh kemaluan . ( HSR. Bukhary & Muslim ).
Berpacaran jelas merupakan perzinahan, walau zina kecil.
Mencari pacar shalih ?
Anda pasti tidak akan dapatkan, sebab orang shalih tidak akan berpacaran.

Senin, 16 Februari 2015

Kitab Riyadhush Shalihin_takut pada allah Oleh Imam An-Nawawi

" Kitab Riyadhush Shalihin Oleh Imam An-Nawawi "
Bab 50. Takut Kepada Allah Ta'ala

Allah Ta'ala berfirman: "Dan kepadaKu, maka takutlah engkau semua!" (al-Baqarah: 40)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya tindakan siksaan Tuhannya itu adalah sangat dahsyatnya." (al-Buruj: 12)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan demikianlah tindakan Tuhanmu jikalau menindak kepada penduduk negeri, yang mereka itu melakukan kezaliman, sesungguhnya tindakan penghukuman Allah itu adalah amat pedih dan keras. Sesungguhnya hal yang sedemikian itu niscaya merupakan keterangan untuk orang yang takut akan siksa hari akhir. Itulah hari yang seluruh manusia dikumpulkan dan itulah pula hari yang disaksikan. Tidaklah Kami akan mengundurkan hari itu, melainkan sampai waktu yang ditentukan. Yaitu pada hari yang tidak seorang pun akan berbicara, melainkan dengan izinNya dan diantara para manusia itu ada yang celaka dan ada pula yang berbahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka tempatnya adalah dalam neraka. Mereka di situ menarik nafas panjang dan mengerang." (Hud: 102- 106)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan Allah memperingatkan engkau semua akan kewajibanmu terhadap Allah sendiri -supaya tidak terkena siksanya-." (Ali-Imran: 28)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Pada hari seorang manusia lari meninggalkan saudaranya, ibu dan ayahnya, juga istri dan anak-anaknya. Setiap seorang pada hari itu mempunyai urusan yang membuat diri sendiri sibuk -dari urusan orang lain-." (Abasa: 34-37)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya pergoncangan hari kiamat itu adalah suatu peristiwa yang dahsyat. Pada hari itu engkau lihat perempuan yang menyusukan melupakan anak yang disusukannya, juga setiap perempuan yang mengandung melahirkan kandungan-kandungannya; engkau lihat pula seluruh manusia itu dalam keadaan mabuk, tetapi mereka itu sebenarnya tidaklah mabuk, meiainkan siksa Allah jualah yang sangat hebatnya." (al- Haj: 1-2)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan orang yang takut di waktu berdiri di hadapan Tuhannya, ia akan memperoleh dua buah taman syurga." (ar-Rahman: 46)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan para ahli syurga setengahnya berhadap-hadapan dengan setengahnya sambil saling tanya menanyakan. Mereka berkata: "Sesungguhnya kita pada masa dahulu -ketika di dunia- merasa takut terhadap keluarga kita. Tetapi Allah mengkaruniakan kepada kita dan melindungi kita dari siksa angin yang amat panas. Sesungguhnya kita bermohon kepadaNya sejak saat sebelum ini, sesungguhnya Allah adalah Maha Pemberi karunia lagi Penyayang." (at-Thur: 25-28)

Ayat-ayat dalam bab ini amat banyak sekali dan dapat dimaklumi, sedang tujuannya ialah untuk menunjukkan kepada bagian yang lainnya -sebagai penjelasan- dan begitulah hasilnya.

395. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Kami diberitahu oleh Rasulullah s.a.w. dan ia adalah seorang yang benar lagi dapat dipercaya, sabdanya: "Sesungguhnya seorang diantara engkau semua itu dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai mani, kemudian merupakan segumpal darah dalam waktu empat puluh hari itu pula, selanjutnya menjadi sekerat daging dalam waktu empat puluh hari lagi. Selanjutnya diutuslah seorang malaikat, lalu meniupkan ruh dalam tubuhnya dan diperintah untuk menulis empat kalimat, yaitu mengenai catatan rezekinya, ajal serta amalnya dan apakah ia termasuk orang celaka ataupun bahagia. Maka demi Zat yang tiada Tuhan selain daripadaNya, sesungguhnya seorang diantara engkau semua, sesungguhnya melakukan dengan amalan ahli syurga, sehingga tiada -batas- diantara dirinya dengan syurga itu melainkan hanya jarak sezira' -sehasta, tetapi telah didahului oleh catatan kitabnya, lalu ia melakukan dengan amalan ahli neraka, kemudian akhirnya masuklah ia dalam neraka itu. Dan sesungguhnya ada pula seorang diantara engkau semua itu, niscaya mengamalkan dengan amalannya ahli neraka, sehingga tidak ada -batas- antara orang itu dengan neraka, melainkan hanya jarak sezira' saja, tetapi telah didahului oleh catatan kitabnya, lalu ia mengamalkan dengan amalan ahli syurga dan akhirnya masuklah ia dalam syurga itu." (Muttafaq 'alaih)
396. Dari Ibnu Mas'ud r.a. pula, katanya: Rasulullah S.A.W bersabda: "Pada hari kiamat itu -yakni disaat seluruh hamba Allah sedang berdiri untuk dihisab atau diperhitungkan amalannya, didatangkanlah di Jahannam sebanyak tujuh puluh ribu kendali dan beserta setiap kendali ada tujuh puluh ribu malaikat yang sama menariknya." (Riwayat Muslim)

397. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seringan-ringan siksa ahli neraka pada hari kiamat itu adalah seorang yang di bagian bawah kedua kakinya diletakkan dua buah bara api yang dengannya itu dapat mendidihlah otaknya. Orang itu tidak meyakinkan bahwa ada orang lain yang lebih sangat siksanya daripada dirinya sendiri -jadi ia mengira bahwa dirinya itulah yang mendapat siksa yang terberat-, padahal orang itulah yang teringan sekali siksanya." (Muttafaq 'alaih)

398. Dari Samurah bin Jundub r.a. bahwasanya Nabiyullah s.a.w. bersabda: "Di antara para ahli neraka itu ada orang yang dijilat oleh api neraka sampai pada kedua tumitnya, diantara mereka ada yang dijilat oleh api sampai kedua lututnya, ada juga yang sampai ke empat ikat pinggangnya dan ada pula yang sampai di tulang lehernya." (Riwayat Muslim) Alhujzah ialah tempat mengikat sarung yang ada di bawah pusat. Dan Attarquwah dengan fathah ta' dan dhammahnya qaf ialah tulang yang ada di tengah leher dan setiap manusia itu mempunyai dua buah tulang tarquwah ini yang terletak di tepi lehernya.

399. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah S.A.W bersabda: "Seluruh manusia akan berdiri di hadapan Tuhan Seru sekalian alam -yakni berdiri bangun dari masing-masing kuburnya untuk diadili dan dihisab atau diperhitungkan amalannya sewaktu di dunia- sehingga diantara engkau semua itu ada orang yang tenggelam karena keringatnya sendiri sampai di pertengahan telinganya karena dahsyatnya keadaan, berdesak-desak serta amat teriknya matahari di saat itu. (Muttafaq 'alaih)

400. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. mengucapkan sebuah khutbah yang saya tidak pernah mendengar suatu khutbah pun seperti itu -karena amat menakutkan-. Beliau s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau semua dapat mengetahui apa yang dapat saya mengetahuinya, sesungguhnya engkau semua akan tertawa sedikit saja dan akan menangis banyak-banyak." Para sahabat Rasulullah s.a.w. lalu menutupi masing-masing wajahnya sambil terdengar suara isaknya. (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah s.a.w. menerima berita bahwa ada sesuatu tentang sahabat-sahabatnya, lalu beliau berkhutbah, kemudian bersabda: "Ditunjukkanlah syurga dan neraka padaku maka belum pernah saya melihat sesuatu yang melebihi penglihatanku pada hari itu tentang bagusnya syurga dan buruknya neraka. Dan andaikata engkau semua dapat melihat apa yang dapat saya lihat, maka sesungguhnya engkau semua akan ketawa sedikit dan menangis banyak-banyak." Maka tidak pernah datang pada para sahabat Rasulullah s.a.w. yaitu hari yang lebih dahsyat lagi dari hari itu -tentang ngerinya khutbah yang diberikan oleh beliau s.a.w-. Para sahabat sama menutupi masing-masing kepalanya sambil terdengar suara esaknya. Alkhanin dengan menggunakan kha' mu'jamah ialah tangis dengan dengungan serta timbulnya suara esakan dari hidung.

401. Dari al-Miqdad r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Didekatkanlah matahari pada hari kiamat itu dari para makhluk hingga jarak matahari tadi adalah bagaikan sekadar semil saja." Sulaim bin 'Amir yang meriwayatkan hadits ini dari al-Miqdad berkata: "Demi Allah, saya sendiri tidak mengerti apa yang dimaksudkan dengan kata mil itu, apakah artinya itu jarak semil bumi ataukah mil yang artinya alat untuk mengambil celak -dari tempatnya- guna celak mata." Rasulullah s.a.w. bersabda seterusnya: "Maka keadaan manusia-manusia pada hari itu adalah menurut kadar masing-masing amalannya dalam banyak sedikitnya keringat -yang keluar dari badannya-. Di antara mereka ada yang berkeringat sampai di kedua tumitnya dan diantaranya ada yang sampai di kedua lututnya dan diantaranya ada pula yang sampai di tempat pengikat sarungnya yang ada di kedua lambungnya, bahkan diantaranya ada yang dikendalikan oleh keringat itu dengan sebenar-benarnya dikendalikan -yakni seperti kendali kuda yaitu keringat tadi sampai masuk ke mulut dan kedua telinganya-." Ketika menyabdakan ini Rasulullah s.a.w. menunjuk dengan tangannya ke arah mulutnya." (Riwayat Muslim)

402. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Para manusia sama berkeringat pada hari kiamat, sehingga keringatnya itu turun dalam bumi sedalam tujuh puluh hasta dan keringat itu mengendalikan mereka hingga mencapai ke telinga-telinga mereka -mengendalikan maksudnya sampai ke mulut dan telinga seperti kendali." (Muttafaq 'alaih) Maknanya Yadzhabu fil-ardhi ialah turun dan menyelam.

403. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Kita semua bersama Rasulullah s.a.w., tiba-tiba terdengarlah suara benda yang jatuh keras, lalu beliau bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui suara apakah ini?" Kita semua berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Ini adalah batu yang di lemparkan ke dalam neraka sejak tujuh puluh tahun yang lalu dan kini sudah sampai di dasar neraka itu. Maka dari itu engkau semua dapat mendengarkan suara jatuhnya." (Riwayat Muslim)

404. Dari 'Adi bin Hatim r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorangpun dari engkau semua, melainkan akan diajak bicara oleh Tuhannya, tidak ada antara ia dengan Tuhannya seorang penerjemahpun -perantara sebagai juru bahasanya-. Orang itu lalu melihat ke arah kanannya, tetapi tidak ada yang dilihat olehnya, melainkan amalan yang telah ia lakukan dahulu saja -sebelum itu-, dan ia melihat ke arah kirinya, maka tidak ada yang dilihat olehnya melainkan amalan yang ia lakukan dahulu saja, seterusnya ia melihat ke arah mukanya, maka tidak ada yang dilihat olehnya melainkan neraka yang ada di hadapan mukanya itu. Maka dari itu, takutlah engkau semua pada siksa api neraka, sekalipun dengan jalan sedekah dengan belahan kurma." (Muttafaq 'alaih)

405. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya itu dapat melihat apa yang engkau semua tidak dapat melihatnya. Langit bersuara dan memang sepatutnyalah jikalau ia bersuara, sebab tiada tempat terluang selebar empat jari di langit itu, melainkan tentu ada malaikatnya yang meletakkan dahinya sambil bersujud kepada Allah Ta'ala. Demi Allah, andaikata engkau semua dapat melihat apa yang dapat saya lihat, nescayalah engkau semua akan ketawa sedikit dan pasti akan menangis banyak-banyak, juga engkau semua tidak akan merasakan berlezat-lezat dengan para wanita di atas hamparan, bahkan niscayalah engkau semua akan ke luar ke jalan-jalan untuk memohonkan pertolongan kepada Allah Ta'ala." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Aththat dengan fathahnya hamzah dan syadahnya tha' dan taiththu dengan fathahnya ta' dan sesudahnya itu hamzah yang dikasrahkan, juga al-athithu, ialah suara sekedup atau tempat duduk di atas unta ataupun lain-lainnya. Maknanya ialah bahwasanya karena banyak malaikat yang ada di langit yang sama beribadah itu telah menyebabkan langit itu merasa berat, sehingga bersuara tadi, sedang ashshu'udat dengan dhammahnya shad dan 'ain artinya ialah jalan dan artinya taj-aruna ialah memohonkan pertolongan.

406. Dari Abu Barzah -dengan menggunakan r.a. kemudian zai- yaitu Nadhlah bin 'Ubaid al-Aslami r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya kedua kaki seorang hamba -di hadapan Allah- pada hari kiamat -untuk ditentukan-, apakah masuk syurga atau neraka, sehingga ia ditanya perihal umurnya, untuk apa dihabiskannya, perihal ilmunya, untuk apa ia melakukannya, perihal hartanya, dari mana ia memperolehnya dan untuk apa dinafkahkannya, juga perihal tubuhnya, untuk kepentingan apa dirusakkannya -yakni sampai matinya itu digunakan apa-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

407. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membaca -yang artinya-: "Pada hari itu -yakni hari kiamat- bumi akan memberitahukan kabar-kabarnya," kemudian beliau s.a.w. bersabda : "Adakah engkau semua mengetahui, apakah kabar-kabarnya itu?" Para sahabat berkata: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya kabar-kabar yang akan diberitahukan itu ialah bahwa bumi itu akan menyaksikan pada setiap hamba, lelaki atau perempuan, perihal apa yang dilakukan di atas bumi itu. Bumi akan mengucapkan: "Orang ini akan melakukan begini dan begitu pada hari ini dan itu. Inilah kabar-kabarnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

408. Dari Abu Said al-Khudri r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah saya akan dapat bersenang-senang sedang malaikat yang bertugas meniup terompet sudah meletakkan mulutnya pada ujung -mulut- terompet -sebagai tanda sudah dekatnya hari kiamat- sambil mendengarkan perintah, kapan saja ia diperintah untuk meniupnya itu, maka seketika itu pula ia akan meniupkannya." Berita yang sedemikian dirasakan amat berat sekali oleh para sahabat Rasulullah s.a.w., lalu beliau s.a.w. bersabda kepada mereka: "Ucapkan sajalah: Hasbunallah wa ni'mal wakil -yakni cukuplah kita semua menyerahkan diri kepada Allah dan Dia adalah sebaik-baiknya Zat yang diserahi." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Alqarn ialah terompet yang difirmankan oleh Allah Ta'ala -yang artinya: Dan ditiuplah dalam terompet. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Rasulullah s.a.w.

409. Dari Abu Hurairah r.a, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang takut bermalam, tentu ia terus berjalan di waktu malam -untuk pulang- dan barangsiapa yang berjalan malam-malam, tentu sampai di rumah. Ingatlah bahwasanya harta benda Allah itu adalah mahal sekali. Ingatlah bahwasanya harta benda Allah yang dimaksudkan itu ialah syurga." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini dalah hadits hasan. Adlaja dengan sukunnya dal, artinya ialah berjalan di waktu permulaan malam. Adapun maksudnya ialah supaya kita semua giat-giat untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Wallahu a'lam.

410. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dikumpulkanlah sekalian manusia di padang mahsyar pada hari kiamat dengan telanjang kaki, telanjang tubuh dan tidak berkhitan kemaluannya." Saya bertanya: "Ya Rasulullah, kalau begitu kaum wanita dan kaum pria semuanya dapat melihat antara yang sebagian dengan sebagian yang lainnya." Beliau s.a.w. menjawab: "Hai Aisyah, peristiwa pada hari itu lebih sangat untuk menjadi perhatian mereka daripada memperhatikan orang lain." Dalam riwayat lain disebutkan: "Peristiwa pada hari itu lebih penting untuk diperhatikan oleh setiap orang -daripada yang sebagian melihat kepada sebagian yang lain-." (Muttafaq 'alaih) Ghurlan dengan dhammahnya ghain artinya tidak berkhitan.

15 Amalan Pembuka Pintu Rezeki

15 Amalan Pembuka Pintu Rezeki
Siapa bilang amalan pembuka pintu rezeki hanyalah hal-hal yang berkaitan dengan ikhtiar dan usaha kita dalam berjualan? Banyak hal-hal yang sepintas terlihat 'tidak nyambung', namun ternyata menjadi amalan kunci pembuka pintu rezeki yang sangat luar biasa!
Berikut ini ada 15 amalan pembuka pintu rezeki yang wajib dicoba oleh tiap muslimin muslimah yang yakin kepada Allah. Rasakan langsung bagaimana efek turunnya rezeki setelah melakukan ke-15 poin berikut ini:
1. ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Allah SWT berfirman: “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Robb mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh: 10-12).
2. TINGGALKAN PERBUATAN DOSA
“… Dan seorang pria akan diharamkan baginya rezeki karena dosa yang dibuatnya.” (Riwayat at-Tirmidzi)
3. TAQWA KEPADA ALLAH SWT
Allah berfirman: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3)
4. JANGAN SEKALI-KALI LUPA UNTUK MENUNAIKAN IBADAH KEPADA ALLAH SWT
“Wahai anak Adam, sempatkanlah untuk menyembah-Ku maka Aku akan membuat hatimu kaya dan menutup kefakiranmu. Jika tidak melakukannya maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak menutup kefakiranmu. “(Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abu Hurairah ra)
5. BERUSAHA DAN BERIKHTIAR SEBAIK-BAIKNYA
“Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya.” (QS. Ar-Ra'du: 11)
6. TAWAKAL KEPADA ALLAH SWT
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sungguh, seandainya kalian betawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang di petang hari dalam keadaan kenyang.” (Ahmad dan Tirmizi).
7. BERIBADAH SEPENUH HATI & KHUSYU’
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi keperluanmu. Jika kalian tidak lakukan yang sedemikian, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi keperluanmu (kepada manusia).” ( Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Majah).
8. SILATURRAHIM Rasulullah SAW
bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Bukhari).
9. BERBUAT BAIK: KEPADA ORANG TUA, SAHABAT, KERABAT, & ORANG-ORANG YANG LEMAH
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tdk akan zalim pd hambanya yg berbuat kebaikan. Dia akan dibalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat. (HR. Ahmad) Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad). Rasulullah SAW bersabda, “Bantulah orang-orang lemah, kerana kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (Muslim dan An-Nasa`i).
10. MEMUDAHKAN KESULITAN ORANG LAIN
Rasulullah SAW bersabda: “Allah ta’ala menolong seorang hamba selagi hamba tersebut menolong sesamanya.” Beliau juga bersabda: “Barang siapa menolong saudaranya yang membutuhkan maka Allah ta’ala akan menolongnya.” (HR. Muslim).
11. BERINFAQ DAN SHADAQAH
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Robb ku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba-hamba Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki Nya)’, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Qs. Saba`: 39).
12. SELALU MENUNAIKAN SHALAT DHUHA
“Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (shalat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (Riwayat al-Hakim dan Thabrani)
13. BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu, dan sesungguhnya jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat keras. “(Ibrahim: 7). “… Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145)
14. BANGUN PAGI
Fatimah (Puteri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W) mengatakan kepadanya, “Puteriku, bangunlah dan saksikanlah kemurahan hati Allah, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan orang. Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh sampai terbitnya matahari.” (HR. Al-Baihaqi).
15. SELALU BERADA DALAM KONDISI BERWUDHU
Rasulullah SAW bersabda, “Senantiasalah berada dalam kondisi bersih (dari hadas) niscaya Allah SWT akan memurahkan rezeki.” (Diriwayatkan dari Sayidina Khalid al-Walid)

Hadis Tentang Jangan Berkata "Seandainya"

Jangan Berkata "Seandainya"
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”
(HR. Muslim)

Rasulullah SAW bersabda : "Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah 'Azza wajalla turun ke langit bumi dan berfirman : "Adakah orang yang berdo'a kepadaKu akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa - dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?" Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (subuh)." (HR. Ahmad)

Minggu, 15 Februari 2015

Tokoh Islam: Syeikh Ahmad al-Fatani

Syeikh Ahmad al-Fatani.
Guru Tok Kenali
Nama penuh permata kebanggaan ulama’ Nusantara ini ialah Wan Ahmad Bin Wan Muhammad Zain Bin Wan Mustafa al-Fatani. Menurut Ahmad Fathi al-Fatani (2001: 55) Syeikh Ahmad al-Fatani berasal dari keturunan para muballigh agama Islam yang datang dari Hadhramaut. Dikatakan bahawa nasab silsilahnya bertalian dengan Saidina Abbas Bin Abdul Mutalib, bapa saudara Rasulullah S.A.W. Wan Mohd Shaghir Abdullah pula (2005:13), yang juga cucu kepada Syeikh Ahmad al-Fatani pula menyatakan bahawa, nama lengkap Syeikh Ahmad al-Fatani ialah: Wan Ahmad Bin Wan Muhammad Zainal Abidin Bin Datu Panglima Kaya Syeikh Haji Wan Mushthafa Bin Wan Muhammad Bin Wan Muhammad Zainal Abidin (Faqih Wan Musa al-Jambui al-Sanawi al-Fatani) Bin Wan Muhammad Shalih al-Laqihi Bin Ali al-Masyhur al-Laqihi.
Walau bagaimanapun, menurut Wan Shaghir lagi, nasab yang sahih dan ditahqiq dari Syeikh Ahmad al-Fatani sendiri ialah: Ahmad Bin Zainal Abidin Bin Haji Wan Mushthafa Bin Wan Muhammad Bin Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fatani. Jika diteliti, asal usul nasab Syeikh Ahmad merupakan golongan ulama’ yang mashur. Datuk beliau Syeikh Mustafa Bin Muhammad (meninggal 1863 M) merupakan seorang ulama’ masyhur pada zamannya. Beliau juga merupakan salah seorang hulu balang Sultan Fatani Darus Salam. Selepas tentera Raja Patani kalah perang dan dijajah bangsa Siam, beliau membuka pondok pengajian di Kampung Sena Janjar, dalam kawasan kampung Sena, daerah Jambu. Dikatakan beliau mendapat ‘pembukaan’ dari Allah dengan diperlihatkan air telaganya melimpah keluar pada suatu malam akhir Ramadan, yang beliau fahami sebagai petanda malam Lailatu al-Qadar. Beliau telah berdoa pada sisi telaga itu agar empat orang anak lelakinya menjadi ulama’ dan setiap zuriat daripada anaknya itu, ada yang menjadi ulama’ sampai ke hari Qiamat. Empat anak lelakinya telah menjadi ulama terbilang. Anak pertamanya, Syeikh Muhammad Zain, ayah kepada Syeikh Ahmad al-Fatani. Anak keduanya, Syeikh Abdul Qadir, yang dikenali sebagai Tok Bendang Daya II. Anak beliau yang ketiga pula ialah Syeikh Wan Abdul Latif telah bergiat di Bangkok, sementara anak yang keempat ialah Syeikh Wan Daud yang menjadi guru di Makkah (Wan Shaghir 2005: 25-27). Ayah Syeikh Ahmad al-Fatani pula, iaitu Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fatani (meninggal 1908 M), kemudian disingkatkan dengan Syeikh Muhammad Zain juga merupakan ulama’ yang tersohor. Aktiviti sepanjang hayatnya ialah mengajar di Pondok Sena Janjar dan kemudian mengajar pula di Makkah. Syeikh Muhammad Zain juga telah menghasilkan beberapa karangan, antaranya sebuah perbahasan tentang haji dan sebuah lagi membicarakan Tharikat Syathariyah. Antara murid beliau yang terkenal ialah Dato’ Abdullah Bin Musa (meninggal 1907 M) yang pernah menjawat jawatan Mufti dan Hakim Besar Kerajaan Johor. Ibu Syeikh Ahmad pula adalah berketurunan daripada Syeikh Shafiyuddin yang berasal daripada keturunan Sayyidina Abbas Bin Abdul Mutallib, iaitu bapa saudara Rasulullah S.A.W.. Menurut riwayat, Syeikh Shafiyuddin berasal dari Pasai (Aceh). Dari catatan keturunannya beliau berketurunan Khalifah al-Muctasim Billah dari keluarga Bani Abbasiah. Datuk neneknya datang ke Pasai untuk menyebarkan Islam. Syeikh Shafiyudin datang ke Paya Patani pada tahun 1400 Masihi untuk menyebarkan Islam dan telah berjaya mengislamkan Raja Antira di Patani. Semua catatan sejarah Patani menceritakan peristiwa tersebut. Beliau juga digelar Dato’ Seri Raja Faqeh. Syeikh Shafiyuddin juga telah mengarang beberapa buah kitab dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu.
Antaranya ialah kitab ’Tarikh Patani’ dalam bahasa Arab, dan ’Kitab Sia-Sia Berguna’ sebuah kitab perubatan (Wan Shaghir,2005: 33-34). 3.2.2 Kelahiran Syeikh Ahmad al-Fatani Syeikh Ahmad al-fatani dilahirkan pada malam Jumaat 5 Syaaban 1272 Hijrah bersamaan 10 April 1856 Masihi di kampung Jambu, Fatani (Ahmad Fathi,2001: 55). Beliau sendiri telah menulis tentang kelahirannya di dalam kitabnya Hadiqat al-Azhar (1321 H:178-179) dengan menyebut: (Faedah) Diperanakkan Ahmad Bin Muhammad Zain Bin Mustafa Bin Muhammad Fatani pada malam jumaat waktu jendera budak 5 haribulan Syaaban daripada tahun 1272, tahun ular besar pada bulan 5 daripadanya dengan istilah Siam pada hari yang keenam daripada bulan yang keenam pada istilah Melayu dan tempat beranaknya pada kampong Jambu, negeri Jerim daripada bumi Patani dan mansya’nya kampong Jambu itu dan Kampong Sena Janjar. Menurut Wan Shaghir (2005:37-38) terdapat berbagai-bagai cerita mitos tentang kelahiran Syeikh Ahmad al-Fatani. Antaranya ialah tentang ibunya yang bermimpi melihat isi ubi bertimbun-timbun, lalu dengan serta merta semuanya pecah berderai. Di mana saja tempat jatuhnya pecahan ubi tersebut maka akan tumbuh ubi yang baru pula. Mimpi ini terjadi pada tiga malam Jumaat berturut sebelum kelahiran Syeikh Ahmad al-fatani. Ibu Syeikh Ahmad bertemu alim ulama’ untuk mengetahui tafsiran mimpi tersebut. Alim ulama’ menta’birkan bahawa anak yang dikandung itu akan membawa rahmat dan ahli ilmu. Ilmu yang berasal daripadanya akan berkembang lagi. Di mana saja muridnya pergi maka mereka dapat menyebarkan ilmu yang berasal daripadanya.
Tiba-tiba pada malam Jumaat berikutnya, lahirlah anak yang dikandung itu iaitu Syeikh Ahmad al-Fatani. 3.2.3 Kewafatan. Syeikh Ahmad al-Fatani menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 11 Zulhijjah 1325 H bersamaan 14 Januari 1908 M di Mina dalam usia 52 tahun. Jenazahnya dibawa ke Makkah dan disemadikan di perkuburan Ma’ala, Makkah al-Mukarramah. Kuburnya terletak di bawah kaki Siti Khadiah R.A, Ummu al-Mukminin, isteri pertama Rasulullah SAW (Wan Shaghir, 2005:117) 3.3 PENDIDIKAN
Pada mulanya Syeikh Ahmad al-Fatani dididik oleh bapanya sendiri iaitu Haji wan Muhammad Zain atau juga dikenali dengan Wan Din Bin Syeikh Wan Mustafa. Selepas itu beliau berguru pula dengan bapa saudaranya Syeikh Wan Mustafa yang terkenal dengan gelaran ’Tok Guru Bendang Daya II’ merupakan seorang guru pondok yang sangat terkenal di Patani pada pertengahan kedua abad kesembilan belas Masihi (Ahmad Fathi:55). Selanjutnya, ketika berusia empat tahun beliau telah dibawa oleh ayahandanya dan ibundanya menetap di Makkah. Mengikut catatan Syeikh Abdullah Mirdad pula, ketika itu beliau berusia enam tahun. Ketika di Makkah, beliau belajar pula dengan para ulama’ Makkah. Mengikut keterangan Syeikh Abdullah Mirdad (1978) Syeikh Ahmad Ahmad al-Fatani telah menghafaz al-Quran dan beberapa matan.
Antara guru yang sering beliau dampingi ialah Sayyid Umar al-Syami al-Buqaciy, dengannya beliau mendalami pelbagai disiplin ilmu seperti bahasa Arab, usuluddin, tafsir, hadis, feqah, macani, bayan, carudh dan lain-lain lagi. Dalam usia yang masih muda beliau telah diijazahkan dan diizinkan mengajar. Beliau merupakan seorang guru yang alim, juga seorang penyair. Wan Shaghir (2005) mengatakan bahawa ketika di Makkah Syeikh Ahmad al-Fatani tidak menampakkan diri sebagai seorang anak yang rajin belajar, dia belajar secara sembunyi-sembunyi. Dengan demikian kedua-dua orang tuanya mula rasa resah jika hal demikian berterusan. Namun, keadaan tersebut terubat apabila ibu bapanya mendapati beliau dapat menjawab pelbagai soalan yang diajukan dan dapat menghafaz matan-matan melebihi kawan-kawannya yang lain. Ketika berumur dua belas tahun beliau telah sanggup mengajar ilmu nahwu dan saraf kepada orang dewasa.
Selanjutnya Syeikh Ahmad al-Fatani telah berangkat ke Baitu al-Maqdis untuk menimba ilmu. Diriwayatkan, beliau telah meminum air kencingnya sendiri kerana ketiadaan air minuman ketika perjalanan tersebut. Di Baitu al-Maqdis, beliau telah mempelajari ilmu perubatan dan ilmu-ilmu agama dengan ulama’ di sana. Setelah dua tahun menimba ilmu di Baitu al-Maqdis, beliau pulang ke Makkah. Namun kedua ibu bapanya agak terkejut kerana dalam kehidupan seharian beliau tidak kelihatan seperti seorang ulama’, sebaliknya seorang tabib yang hanya mahir dalam membuat berbagai-bagai jenis ubat-ubatan. Lantas, ayahandanya menyuruhnya memperdalamkan lagi ilmu pengetahuan agama agar menjadi seperti ulama’-ulama’ lampau Fatani Dar al-Salam seperti Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani. Harapan ayahandanya itu ternyata telah menyentuh lubuk hatinya, lantas beliau berangkat menuju Mesir kerana ketika itu Al-Azhar di Mesir cukup terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam (Wan Shaghir: 41-43).
Syeikh Ahmad al-Fatani merupakan antara golongan pertama anak melayu yang diterima masuk belajar di Universiti al-Azhar lebih dikenali pada ketika itu dengan ”Masjid Jami’ al-Azhar” . Al-Azhar pada ketika itu sedang dalam proses peralihan dari sistem tradisional kepada sistem pendidikan moden. Disebabkan beliau seorang sahaja dari Dunia Melayu yang menuntut di situ, beliau telah berusaha memperkenalkan dunia Melayu kepada tokoh-tokoh penting di universiti tersebut dengan tujuan memudahkan pelajar-pelajar daripada negeri Melayu dapat memasuki al-Azhar dikemudian hari. Selain itu Syeikh Ahmad al-Fatani telah memperkenalkan ”Ruwwaq al-Jawi” juga di al-Azhar ditengah-tengah ruwwaq-ruwwaq yang lain.Walaupun keseorangan namun beliau tetap menggunakannya.
Setelah beliau pulang ke Makkah, barulah anak-anak Melayu makin ramai menjadi mahasiswa al-Azhar. Mereka semuanya adalah murid Syeikh Ahmad al-Fatani yang diutuskannya untuk belajar di universiti tersebut bagi memperdalamkan ilmu pengetahuan demi memajukan umat Melayu pada peringkat awal menuju ke zaman moden. Semua mereka akhirnya itu telah menjadi tokoh-tokoh penting dalam perkembangan Islam dan bangsa Melayu di Dunia Melayu. Syeikh Ahmad al-Fatani tidak pernah mendapat kiriman wang daripada ayahandanya. Ini kerana beliau sendiri yang tidak mahu menyusahkan kedua ibubapanya disamping mahu hidup berdikari. Sungguhpun dihimpit kesusahan hidup di perantauan namun tiada apa yang dapat menggagalkannya dalam usaha menuntut ilmu. Ini terbukti apabila Syeikh Ahmad al-Fatani telah berjaya menyusun beberapa risalah ketika beliau menuntut di Masjid Jami’ al-Azhar.
Semua karya tersebut adalah dalam bahasa Arab dan digubah dalam bentuk syair yang begitu indah. Antara risalahnya itu ada yang di salin dan dipelajari oleh pelajar-pelajar tingkat awal di Mesir dan negeri-negeri lain di Benua Afrika. Antara risalah –risalah tersebut ialah (Wan Shagir 2005: 53) : i- Jumanat al- Tauhid (1293 H/ 1876M) ii- Munjiat al-‘Awwam liManhaji al- Huda mina al- Zhalam (1293 H/ 1876 M ) iii- Unqud al- La’ali (1296 H/1879 M) iv- Manzumat al-Awamil (1296 H/ 1879 M) Ketika di Mesir juga Syeikh Ahmad al-Fatani mula terlibat dengan usaha mencetak dan mentashih kitab-kitab Melayu Jawi. Dengan anisiatif beliau maka sahabat beliau iaitu Syeikh Mustafa al-Babi al-Halabi telah banyak mencetak kitab-kitab Melayu Jawi yang sebelumnya hanya disalin dengan tulisan tangan.
Setelah tujuh tahun menimba ilmu pengetahuan di Bumi Kinanah itu, beliau pun pulang ke Makkah. Dalam usia belum sampai 30 tahun beliau telah digelar sebagai Syeikh Ahmad al-Zaki Mesir (yang bijak dari Mesir) oleh orang-orang Melayu Makkah. Pada tahun kepulangannya itu juga, Syarif Hussin Raja Makkah mengadakan pertandingan dakwah dan pidato di Masjid al-Haram. Perkara yang menjadi perhatian pada pertandingan tersebut ialah nilai-nilai sastera atau balaghah dalam bahasa Arab. Banyak ulama’ Arab Makkah mengambil bahagian dan Syeikh Ahmad al-Fatani pun turut menyertainya.
Pertandingan tersebut ternyata telah menyerlahkan kewibaan Syeikh Ahmad al-fatani. Beliau telah diumumkan sebagai juara pertandingan tersebut. Mulai peristiwa itu, nama beliau semakin dikenali oleh penduduk Makkah. Hasil daripada pertandingan tersebut juga beliau juga telah dilantik oleh Syarif Hussin sebagai ahli bahasa kerajaan. Tugas beliau ialah memeriksa surat-surat rasmi kerajaan yang penting-penting sebelum diposkan. Demikian juga beliau berperanan menggubah semua syair-syair yang hendak dijadikan sebagai syair rasmi kerajaan (Wan Shaghir 2005: 54-56).
3.4 GURUR-GURU, ULAMA’ SEZAMAN DAN MURID-MURIDNYA Antara guru-guru Syeikh Ahmad al-Fatani yang terkenal ialah ketika di Makkah dan Madinah:
1. Syeikh Umar al-Syami al Baqa’ie (1313 H)
2. Sayyid Hussein al-Habsyi (1330 H)
3. Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan (meninggal 1304 H)
4. Syeikh Hasbullah atau Muhammad bin Sulaiman (meninggal 1917 M)
5. Syeikh Muhammad Haqqi al-Nazili
6. Sayyid Muhammad Amin al-Ridhwan
7. Sayyid Muhammad Ali Bin Sayyid Zhahir al-Watri
8. Syeikh Abdul Qadir al-Syibli al-Tharablusi
9. Syeikh Ibrahim al-Rasyidi ( 1291 H)
10. Syeikh Ahmad al-Dandarawi (1327 H)
11. Syeikh Nik Dir al-Fatani atau nama penuhnya Abdul Qadir bin Abdul Rahman (meninggal 1898 M)
12. Syeikh Wan Muhammad Ali Kutan Bin Abdul Rahman al-Kelantani (meninggal 1913 M)
13. Syeikh Nik Mat Kecik al-Fatani atau nama sebenarnya Muhammad Bin Ismail (meninggal 1915 M)
Sementara itu, antara guru beliau beliau yang terkenal ketika di Mesir ialah Syeikh Mustafa Afifi.
Antara ulama’ Melayu yang sezaman dengan Syeikh Ahmad dan turut sama-sama mengajar di Masjid al-Haram Makkah ialah: 1. Syeikh Jamaluddin Bin Idris dari negeri Sembilan (meninggal 1305 H) 2. Syeikh abdul Rahman Bin Muhammad Ali berasal daripada Fatani (meninggal Ahmad Bin Mahmud 1915 M) 3. Syeikh Ahmad Khatib Bin Abdul Latif dariapada minangkabau(1916 M) 4. Syeikh Ahmad Bin Mahmud Yunus daripada Lingga 5. Syeikh Usman Bin Abdul Wahhab daripada Sarawak 6. Syeikh Usman Bin Shihabuddin daripada Pontianak, kalimantan. 7. Syeikh Abdul Salam Kampar, Sumatra. 8. Syeikh Khatib Kumango, Batu Sangkar, Sumatra. 9. Syeikh Abdul Mutallib Bin Tuan Abdullah Faqeh daripada Kelantan.
Sebagai ulama’ besar Syeikh Ahmad al-Fatani merupakan mahaguru kepada ulama’ulama’ dan tokoh-tokoh besar yang bertebaran di serata pelusuk Asia Tenggara pada abad ke-19 dan 20 (Wan Shaghir 1992). Antara ulama’ yang lahir dari didikan rabbani Syeikh Ahmad al-Fatani ialah :
1. Dato’ Hj. Abdullah Bin Musa al-Kelantani, musti kerajaan Johor (M. 1916)
2. Hj. Wan Ishak Bin Imam Hj. Abdullah, Mufti Kerajaan Kelantan (M. 1915)
3. tuan Guru Hj Umar Bin Ismail , sungai Keladi.
4. Tok Kemuning iaitu Hj Ismail Bin Hj Senik (M 1934)
5. Tok Kenali atau nama sebenarnya Hj. Muhammad Yusuf Bin Ahmad, Guru pondok paling berpengaruh di Kelantan, merupakan anak murid kesayangan Syeikh Ahmad.(meninggal 1933)
6. Tok Selihong iaitu Hj Abdul Rahman Syairb Bin Hj. Usman (M. 1935)
7. Tok Padang Jelapang, Hj. Wan Ahmad Bin Hj. Abdul Halim. (M. 1935)
8. Hj. Wan Musa Bin Hj. Abdul Somad, mufti Kerajaan Kelantan (M. 1939)
9. Dato’ Hj. Muhammad Bin Dato’Hj. Muhammad Said Khatib, Setiausaha Kerajaan Kelantan (M.1939)
10. Tuan Guru Hj. Ismail Bin Hj. Mahmud (1941)
11. Tuan Guru Hj. Muhammad Soleh Bin Hj. Hasan
12. Hj. Wan Musa Bin Wan Ahmad, Imam rantau Panjang (M. 1942)
13. Hj. Ismail Bin Hj. Abdul Majid al-Kelantani, Mufti Kerajaan Pontianak (1950)
14. Tuan Guru Hj. Wan Abdullah Bin Ismail, Geting(M. 1952)
15. Tuan Guru Hj. Ismail Kecik Bin Abdul Wahhab, nering (1953)
16. tok Bacok, hj, Usman Bin Hj. Muhammad (1953) 17. Tok Raja, Hj. Ibrahim Bin Muhammad Yusuf, Mufti Kerajaan Kelantan. (1955)
18. Tok Pulau Ubi, Hj, Yususf Bin Abdul Rahman
19. Dato’ Hj. Nik Mahmud Bin Hj. Ismail Qadhi, Menteri Besar Kelantan selama suku abad (1964)
20. Tuan Guru Hj Said Bin Abdul Salam, besut Terengganu (1897)
21. Hj. Muhammad Said Bin Hj. Jamaluddin, Negeri Sembilan
22. Tengku Mahmud Zuhdi Bin Tengku Abdul Rahman al-Fatani, Syaikh al-Islam Kerajaan Selangor (1956)
23. Syeikh Wan Daud Bin Syeikh Mustafa al-Fatani, Makkah (1936)
24. Syeikh Wan Muhammad Nor Bin Syeikh Nik Mat Kecik al-Fatani, Makkah (1944)
25. Hj. Muhammad Saleh, Qadhi Kemboja.
26. Hj. Muhammad Jabbar Khatib Bin Hj. Muhammad Arif, Maharaja Imam Kerajaan Sambas, Kalimantan.
27. Syeikh Muhammad Saad Mongka, Paya Kumbuh, Sumatra (1339 H)
28. Maulana Syeikh Sulaiman al-Rusli, Condong, Bukit Tinggi, Sumatra (1970)
29. Syeikh Mustafa Husin, Purba, Mendahiling, Sumatra (1955)
30. Syeikh Hasanuddin Bin Syeikh Maksum, bergelar Imam Paduka Tuan, mufti Kerjaan Deli, Sumatra
31. Tuan Guru Hj. Wan Abdullah Bendang Gucil, Patani ( 1913)
32. Tuan Guru Hj. Cik Ibrahim Bin Musa, Bendang Gucil.
33. Tuan Guru Hj. Abdul Samad Bin Muhammad Saman, Jakar, Patani (1945)
34. Hj. Wan Harun Bin Hj. Wan Hasan, Qadhi Patani
35. Tok Kelapa, Hj. Muhammad Husin bin Abdul Latif, Kelapa Baris, Patani (1948)
36. Tuan Guru Pakcu Yeh, Hj. Idris Bin Abdul Karim, Kampung Tok Raja Haji, Patani (1935)
37. Tok Bermin, Hj. Wan Muhammad Bin Hj. Wan Idris, Bermin, Patani (1957) 38. Tuan Guru Hj. Wan Ahmad Faluan Bin Yususf, Nadi Tanjung, Fatani (1958)
3.5 KELEBIHAN SYEIKH AHMAD AL-FATANI
Menyentuh kelebihan Syeikh Ahmad al-Fatani, Ahmad Fathi al-Fatani (2001) di dalam bukunya yang bertajuk “Ulama’ Besar dari Fatani” telah meletakkan nama Syeikh Ahmad al-Fatani di senarai yang ketiga daripada 25 orang tokoh yang diterjemahkan riwayat hidup mereka. Satu perkara yang menarik dan menggambarkan kehebatan Syeikh Ahmad ialah apabila Ahmad Fathi al-Fatani telah mengupas tentang keistemewaan Syeikh Ahmad yang tidak dilakukannya pada tokoh-tokoh lain. Ahmad Fathi telah menggariskan sembilan keistimewaan Syeikh ahmad al-Fatani. Pertama,
ulama’ Melayu pertama yang merintis penyelidikan dalam bidang kimia.
Kedua, ulama’ Melayu pertama yang belajar ilmu perubatan.
Ketiga, pentashih kitab-kitab Melayu yang paling awal di percetakan Mesir, Makkah dan Istanbul.
Keempat, pelopor penulisan sejarah yang jarang diterokai orang.
Kelima, seorang yang dapat mengupas untaian syair-syair Arab lama setanding dengan kebolehan jaguh Arab sendiri.
Keenam, seorang ulama’ siasah dan pejuang yang mengambil berat terhadap nasib bangsa Melayu.
Ketujuh, merupakan antara segelintir ulama’ Melayu yang yang berkemampuan mengarang dalam bahasa Arab. Kelapan, berkebolehan mengajar 47 jenis ilmu dan yang
kesembilan, beliau merupakan ulama’ Melayu pertama mengadakan soal jawab agama secara terbuka, lisan dan tulisan yang telah dibukukan dengan judul ”al-Fatawa al-Fataniah”.
3.6 SUMBANGAN TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU
Seperti yang telah dijelaskan, Syeikh Ahmad al-Fatani merupakan ulama’ yang sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya ilmiah, sama ada hasil karangannya sendiri mahupun dalam bentuk usaha pentashihan dan pencetakan kitab-kitab. Jumlah sebenar karya yang dihasilkan Syeikh Ahmad al-Fatani belum dapat diketahui secara tepat . Menurut Wan Shaghir (2000:108-109), hal tersebut disebabkan sebahagian besar manuskrip beliau yang dipindahkan dari Makkah ke Kampung Jambu, Patani, telah dimusnahkan pada tahun 1970 oleh orang yang tak kenal nilai barang tersebut. Menurutnya lagi setakat ini karya Syeikh Ahmad al-Fatani yang ditemui ialah sebanyak 95 buah, 54 buah dalam bahasa Arab dan 41 buah dalam bahasa Melayu. Sebahagian kitab-kitab tersebut sudah dicetak dan sebahagiannya masih dalam bentuk manuskrip. Penglibatan Syeikh Ahmad al-fatani dalam penulisan bermula semenjak beliau diusia remaja. Karya pertamanya Nazam Nur al-Anam diusahakannya semenjak berusia 15 tahun. Karya-karya dimasa mudanya iaitu ketika beliau belajar di Bait al-Maqdis dan Mesir ditulisnya dalam bahasa Arab.
Setelah tamat pengajian di Al-Azhar dan pulang ke Makkah barulah beliau mula menulis di dalam bahasa Melayu (wan Shaghir 1992:44). Kemampuan beliau menguasai dan mengajar 47 jenis ilmu sama ada ilmu agama dan ilmu dunia sepertimana dijelaskan oleh Tok Kenali dalam majalah Pengasuh bilangan 17, sudah cukup mengambarkan kehebatan ulama’ berdarah Melayu ini.
Khazanah ilmu Syeikh Ahmad al-Fatani yang ditinggalkan dapat dilihat dalam beberapa bidang ilmu pengetahuan : 3.6.1- Ilmu Bahasa Arab dan Sastera Arab. Kemampuan dan kehebatan Syeikh Ahmad al-Fatani memang sudah masyhur sehinggakan kemasyhurannya dalam sastera dan bahasa Arab lebih menonjol berbanding ilmu-ilmu lain.. Jika tidak masakan beliau boleh dilantik sebagai Ahli Bahasa Kerajaan diusia yang masih muda. Selain itu beliau gelaran al-Adib (sasterawan) yang diberikan kepada beliau juga menjelaskan lagi ketokohan beliau dalam aspek sastera dan bahasa (lihat Wan Shaghir,2005:84-87), bahkan semenjak diusia 12 tahun beliau telah digelar Sibawaih Shaghir kerana kejayaannya yang luar biasa dalam ilmu nahu (Wan Shaghir,2005:93).
Sumbangan Syeikh Ahmad al-Fatani dalam bidang bahasa Arab dapat dilihat melalui karya-karya beliau dalam bidang ini. Sebahagian karyanya seumpama kitab Tashil Naili al-Amani sudah terkenal di peringkat antarabangsa dan hingga ke hari ini masih diguna pakai. Karya beliau dalam bidang ini yang telah dicetak adalah seperti berikut:
1. Tashil Naili al-Amani. Siap ditulis pada tahun 1300 H /1882 M. Cetakan pertama diterbitkan oleh Mathbaah al-Bahiyyah di Mesir pada tahun 1301 H/ 1883 M. Kitab ini masih terus dicetak sehingga kini oleh pelbagai percetakan termasuk beberapa percetakan di Surabaya, Bandung, Singapura, Pulau Pinang, Patani, bangkok dan lain-lain.
2. Al-Ibriz al-Sarsi fi fanni al-Sarfi. Disiapkan pada 1308 H/ 1890 M. Kitab ini hanya sekali dicetak oleh United Press, Pulau Pinang. .
3. Ibniatu al-Asma’ wa al-Af’al. Karya ini telah dicetak oleh beberapa percetakan di Patani, Kelantan dan Bangkok. Percetakan kitab ini sentiasa digabungkan dengan cetakan kitab al-Risalah al-fataniah.
4. Matnu Dhammin wa Madkhal. Kitab ini pernah diterbitkan oleh al-Ahmadiah Press, Singapura dengan diletakkan nama Muhammad Shiddiq, Sapat, Inderagiri sebagai pengarangnya. Keadaan ini telah menimbulkan kekeliruan. Manuskrip asli kitab ini jauh lebih lengkap daripada yang pernah diterbitkan Edisi cetakan kitab ini sangat banyak, sama ada cetakan di Timur Tengah mahupun di Asia Tenggara.
5. al-Risalah al-Fataniah. Cetakan kitab ini juga sangat banyak dan masih gunakan di pusat pengajian sistem pondok di Kelantan, Kedah, Patani, bangkok dan Burma. 6. Tadriju al-Shibyan. Tanpa tahun, membicarakan ilmu balaghah. Pernah dicetak di Makkah dan Mesir.
7. Ilmu al-Isti’arah. Tanpa catatan tarikh. Cetakan pertama risalah ini diterbitkan oleh Mathba’ah al-Miriyah al-Kainah, Makkah pada tahun 1325 H / 1907 M Selain itu, masih banyak khazanah berharga karya-karya Syeikh Ahmad al-Fatani dalam bidang bahasa Arab yang masih dalam bentuk manuskrip dan ada diantaranya yang tidak sempat disiapkan oleh beliau.
Antaranya ialah : 1. al-Thimar al-Syahiyyah. Manuskrip ini membicarakan ilmu Nahu, diselesaikan penulisannya pada tahun 1294 H.
2. Syarh al-Thimar al-Syahiyyah. Manuskrip ini merupakan huraian terhadap kitab al-Thimar al-Syahiyyah di atas oleh Syeikh Ahmad al-Fatani sendiri. Namun karya ini tidak sempat disiapkan oleh beliau.
3. Manzumat al-Awamil. Manuskrip ini disiapkan penulisannya pada 1296 H/ 1879 M. Kitab ilmu nahu ini mengandungi 69 bait syair dan merupakan usaha Syeikh Ahmad al-Fatani merubah karya Syeikh Abdul Qahir al-Jurjani (meninggal 471 H) dari bentuk prosa kepada bentuk syair.
4. Ilmu al-Sarf. Disiapkan pada tahun 1317 H / 1899 M. Manuskrip ini antara khazanah ilmu yang telah dibuang ke sungai Jambu tetapi telah sempat diselamatkan.
5. Syarah Matni al-Fataniah. Menurut Wan Shaghir, manuskrip asli kitab beliau temui pada tahun 2004 M di rumah Syeikh Wan Ibrahim Bin Wan Abdul Qadir iaitu sepupu kepada Syeikh Ahmad al-Fatani. Karya ini tidak sempat disiapkan oleh Syeikh Ahmad al-Fatani, dan keadaan manuskrip ini juga sudah tidak elok.
6. ’Unqudu al-La-aali. Karya ini mengenai ilmu Nahu yang digubah dalam bentuk 98 bait syair. Karya dalam bentuk manuskrip asli ini telah diselesaikan pada tahun 1296 H / 1879 M. 3.6.2- Ilmu berkaitan al-Quran Ilmu berkaitan al-Quran ialah seumpama ilmu Tafsir,Ilmu Asbab Nuzul, Ilmu Rijal al-Tafsir, Ilmu Tajwid, Ilmu Qiraat, Ilmu Fadhail ayat al-Quran dan lain-lain yang bersangkutan dengan kitab suci itu.
Syeikh Ahmad al-fatani, sebagai ulama’ besar telah memberikan sumbangan yang besar dalam mengajar dan memperkembangkan ilmu-ilmu tersebut. Ada diantara bidang ilmu al-Quran yang sempat beliau tulis dan ada yang beliau tashihkan. Di dalam bidang tafsir al-Quran, keterlibatan dan sumbangan Syeikh Ahmad al-fatani dapat dibuktikan dengan munculnya kitab Turjuman al-Mustafid atau lebih dikenali dengan Tafsir Baidhawi Melayu. Kitab ini merupakan karangan Syeikh Abdul Rauf Bin Ali al-Fansuri, dan dikatakan kitab ini merupakan terjemahan dan tafsir al-Quran yang pertama sekali dalam bahasa Melayu. Pentashih pertama kitab ini ialah Syeikh Ahmad al-Fatani, dan di atas usaha beliaulah kitab ini dapat diterbitkan.
Selain mentashih Syeikh Ahmad al-fatani juga pernah menyusun kita terjemahan dan tafsir al-Quran, namun sayangnya dipercayai bahawa manuskrip karya beliau itu telah dibuang ke Sungai Jambu pada tahun 1970. Dalam ilmu Tajwid pula, Syeikh Ahmad pernah menyusunnya tetapi hanya dalam bentuk manuskrip yang tidak lengkap. Selain itu terdapat dua buah kitab tajwid yang beliau tashihkan iaitu kitab al-Mawahib al-Makkiyah, karangan Syeikh Abdul Qadir Bin Abdul Rahman al-Fatani dan kitab Maurid al-Zaman, karangan Syeikh Abdukllah Bin Qasim Senggora. Pada kedua-dua kitab tersebut terdapat syair gubahan Syeikh Ahmad al-Fatani di dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu. 3.6.3- Ilmu berkaitan Hadis Sepertimana al-Quran yang mempunyai kepelbagaian ilmu yang berkaitan dengannya demikian juga keadaannya dengan Hadis. Antara disiplin ilmu yang berkaitan dengan Hadis ialah ilmu Mushthalah Hadis, Ilmu Dirayah Hadis dan Ilmu Rijal Hadis. Syeikh Ahmad al-fatani selain penghafal Hadis dalam jumlah yang banyak, beliau juga telah khatam pengajian ilmu-ilmu Hadis terutama kitab-kitab karangan ulama’ Ahlu Sunnah. (wan Shaghir,2005,jld 2:228)
Sumbangan Syeikh Ahmad al-Fatani dalam ilmu Hadis pula dapat dilihat menerusi beberapa karya dan usaha pentashihan yang beliau lakukan. Kitab beliau yang pernah dicetak dalam bidang ini ialah Bisyarat al-’Amilin wa Nazarat al-Ghafilin iaitu sebuah kitab Hadis dalam bahasa Melayu. Beliau juga ada menyusun sebuah lagi kitab dalam bahasa Arab, namun kitab tersebut masih dalam bentuk manuskrip.
Selain itu, dalam karya beliau Hadiqat al-Azhar wa al-rayyahin juga banyak terdapat Hadis dan terjemahannya. Disamping menulis beliau juga melakukan pentashihan terhadap beberapa buah kitab yang membicarakan ilmu Hadis dalam bahasa Melayu. Terdapat tiga buah kitab yang telah dikenal pasti ditashih oleh beliau iaitu Kitab Kashfu al-Ghummah karya Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani, al-Jauhar al-Mauhub karya Syeikh Wan Ali Bin Abdul Rahman Kutan al-Kelantani, dan al-Kaukab al-Durri karya Syeikh Muhammad Bin Ismail al-Fatani. 3.6.4- Ilmu Feqah Dalam ilmu Feqah pula sekurang-kurangnya 3 judul kitab Feqah dalam bahasa Melayu karangan Syeikh Ahmad al-Fatani yang telah diterbitkan dan sebuah dalam bahasa Arab yang tidak sempat diterbitkan. Kitab-kitab tersebut ialah, al-Bahjat al-Mubtadin wa Farhatu al-Mujtadin, tahun 1310 H/ 1893 M, Unwanu al-Falah wa ”unfawan al-Shalah, tahun 1319 H/1902 M, dan al-Fatawa al-Fataniah.
Syeikh Ahmad al-Fatani juga terlibat Fiqh Nusantara sebagai pentashih pertama dan penyebar kitab-kitab feqah yang dikarang oleh para ulama’ sebelumnya. Antara kitab-kitab yang ditashihkan oleh beliau ialah, al-Shiratu al-Mustaqim, Sabil al-Muhtadin, Furu’ al-Masail, Mir-atuth al-Thalibin, Sullamu al-Mubtadi, Fathu al-Mannan, al-Jawahir al-Saniyyah, Mathla’u al-Badrain dan Kasyfu al-Litsam. Selain yang tersebut, terdapat juga sebuah kitab feqah bahasa Arab yang terkenal di seluruh dunia iaitu kitab I’anat al-Thalibin karangan Sayyid Abu Bakri Syatha (meninggal 1892 M) juga ditashihkan oleh Syeikh Ahmad al-Fatani.
3.6.5- Ilmu Matematik dan Falak Antara kelebihan ulama’ berdarah Melayu ini, ialah kemampuan beliau yang tinggi dalam pelbagai disiplin ilmu. Antara ilmu yang tidak terlepas daripada genggaman beliau ialah ilmu Hisab atau Matematik dan Falak. Keterlibatan Syeikh Ahmad al-Fatani dalam ilmu matematik dapat dilihat dalam kitab beliau al-Fatawa al-Fataniyah dan usaha penerbitan dan pentashihan kitab Matnu al-Sakhawiyyah fi Ilmi al-Hisab karya Syeikh Abdul Qadir al-Sakhawi. Kitab tersebut telah diterbitkan pada tahun 1304 H / 1886 M. Selain itu beliau juga telah menyusun satu syarah kepada kitab Matan Sakhawi yang disiapkan pada tahun 1304 H / 1886 M. Semua karya tersebut adalah di dalam bahasa Arab.
Selain ilmu matematik biasa, terdapat juga ilmu matematik yang sangat erat hubungannya dengan ilmu Falak. Bidang ini lebih banyak diberi tumpuan oleh beliau berbanding ilmu matematik biasa. Pada tahun 1305 H/ 1887 M Syeikh Ahmad al-Fatani telah mentahqiqkan kitab Wasilat al-Tullab li Ma’rifati A’mal al-Lail wa al-Nahar bi Thariq al-Hisab karya Syeikh al-Khaththab. Pada tahun 1313 H / 1895 M pula beliau telah mentahqiqkan kitab Ghayat al-Idrak fi al-A’mal bi Kurat al-Aflak. Menurut Wan Shaghir (2005) karya terbesar Syeikh Ahmad al-Fatani mengenai ilmu Falak berjudul al-Rubu’ al-Mujayyab tetapi tidak sempat disiapkan. Keilmuan mendalam Syeikh Ahmad al-Fatani dalam ilmu Hisab dan Falak telah memberi kesan yang besar kepada dunia Melayu dalam perkembangan ilmu Hisab dan Falak khususnya pada penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20 Masihi. Beberapa orang anak murid beliau memainkan peranan penting dalam memperkasakan ilmu ini di Alam Melayu.
Antara mereka yang terkenal ialah Syeikh Abdul Rahman Gudang al-Fatani, Syeikh Muhammad Nur al-Fatani, Haji Umar Bin Ismail Nuruddin Kelantan, Syeikh Tahir Jajaluddin al-Azhari al-Falaki, Syeikh Jamil Jambek, Haji Abdullah Fahim, Mufti Pulau Pinang dan ramai lagi (Wan Shaghir, 2005). 3.6.6- Ilmu Perubatan Seperti yang telah dinyatakan, Syeikh Ahmad al-Fatani telah mendapat pendidikan khusus dalam bidang kedoktoran daripada Syeikh Abdul Rahim al-Kabuli, yang merupakan seorang doktor atau thabib yang berasal dari Kabul, Afghanistan. Bukan sekadar itu, bahkan Syeikh Ahmad al-Fatani juga telah terlibat secara lansung sebagai pengamal perubatan. Menurut Wan Shaghir (2005), Syeikh Ahmad al-Fatani dikenali oleh beberapa orang doktor di Mesir pada zaman itu, di mana telah ditemui beberapa pucuk surat yang dikirim oleh doktor-doktor dari Mesir kepada Syeikh Ahmad al-Fatani di Makkah yang meminta beliau bekerjasama dengan mereka untuk membuat penelitian terhadap pelbagai jenis ubat-ubatan yang baru diperkenalkan.
Terdapat dua buah karya Syeikh Ahmad al-Fatani dalam bidang ilmu perubatan. Salah satunya dalam bahasa Melayu yang berjudul Thaiyib al-Ihsan fi Thibb al-Insan, yang telah siap disusun pada 1312 H / 1894 M. Selain itu, terdapat beberapa halaman dalam kitab beliau, Hadiqat al-Azhar dan Luqthah al-’Ajlan yang menyentuh tentang perubatan (Wan Shaghir,2005,Jld 2:179). 3.6.7- Ilmu Sejarah Syeikh Ahmad al-Fatani dapat diklasifikasikan sebagai golongan ulama’ pertama daripada dunia Melayu yang menulis dalam pelbagai aspek sejarah sama ada dalam konteks tamadun Islam mahupun dalam konteks sejarah Melayu. Dalam bidang sirah Nabi beliau telah menghasilkan 3 buah karya, salah satu daripadanya dalam bentuk puisi Arab yang berjudul al-Lum’ah al-Nuraniyah wa Nafahat al-Miskiyah.
2 lagi dalam bahasa Melayu namun satu darinya dalam bentuk prosa dan satu lagi dalam bentuk puisi. Yang dalam bentuk prosa disiapkan pada tahun 1307 H/ 1889 M dengan judul Badr al-Tamam wa al-Nujum al-Tsawaqib. Kitab ini telah diulang cetak beberapa kali. Adapun sirah Nabi dalam bentuk puisi Melayu pula masih dalam bentuk manuskrip dan merupakan karya beliau yang pertama sekali iaitu ketika beliau berusia 15 tahun. Selain menulis tentang sirah Nabi, Syeikh Ahmad al-Fatani juga menulis tentang biografi imam mujtahid yang empat, biografi para wali Allah dan sejarah perkembangan Islam di Hindia-Belanda (Indonesia) yang dimuatkan di dalam kitab Hadiqat al-Azhar. Selain sejarah dan tamadun Islam, di dalam kitab tersebut juga dimuatkan sejarah yang menyentuh asal usul Bugis –Melayu, juga beberapa pemikiran sejarah dalam bentuk prosa dan puisi. Disamping itu, beliau juga menulis tentang sejarah Turki Uthmaniah dan kitab tersebut pernah dicetak bersama kitab Hadiqat al-Azhar.
Selain yang disebutkan Syeikh Ahmad al-Fatani juga dikatakan pernah mengarang tentang sejarah Patani yang lengkap dengan diberikan judul Fadhilah Ahmad al-Fatani, namun menurut Wan Shaghir karya tersebut belum ditemui.
3.7 SUMBANGAN TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU KALAM DI ASIA TENGGARA Para ulama’ Nusantara amat menitik beratkan ilmu berkaitan aqidah. Selain menyampaikan dakwah melalui pengajaran di madrasah-madrasah ataupun di masjid dan surau, mereka juga giat membukukannya agar aqidah yang benar terpelihara dan terus dapat dikembangkan. Terdapat banyak karya para ulama’ Melayu yang menyentuh aspek aqidah ini. Ada yang disusun dalam bentuk yang ringkas dan ada membahaskannya dengan panjang lebar. Karya pertama yang ditemui ialah terjemahan kitab al-Aqa’id al-Nasafi” karangan asal Umar Najm al-Din al-Nasafi. Karya terjemahan ini tidak diketahui penterjemahnya, dilakukan pada 998 H / 1590 M. Kitab ini telah diperkenalkan buat pertama kalinya oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas dengan buku yang diberi judul The Oldest Known Malay Manuscript A 16Th Malay Translatration Of The ‘Aqaid al-Nasafi’ (1988). (Syafie Abu Bakar,2000:hlm 410). Selepas itu, muncul pula karya berjudul Ilmu Tauhid yang ditulis oleh Ahmad Bin Aminuddin al-Qadhi Kedah, pada tahun 1032 H ? 1622 M. Lapan tahun selepas itu, lahir pula Karya Syeikh Nuruddin al-Raniri yang bertajuk Duraru al-Faraid bi Syarhi al-‘Aqaid yang disiapkan pada tahun 1040 H/ 1630 M. Selepas itu Syeikh Syihabuddin al-Haji Bin Abdullah al-Jawi pula menyusun sebuah lagi kitab dengan diberi tajuk Syarh ‘Aqaidi al-Iman yang diselesaikan pada tahun 1162H / 1748 M.
Selanjutnya pada tahun 1170 H / 1756 M. muncul pula karya Syeikh Muhammad Zain Bin Faqeh Jalaluddin Aceh dengan judul Bidayat al-Hidayah . Kitab ini telah dicetak di beberapa percetakan dengan di tashihkan oleh oleh Syeikh ahmad al-Fatani. Atas usaha beliau maka kitab tersebut telah tersebar ke serata Nusantara dan sehingga sekarang masih terdapat di pasaran kitab. Kitab-kitab sebelum kitab Bidayat al-Hidayah seperti yang telah disebutkan sudah tidak terdapat di pasaran, maka dengan sebab itu boleh dikatakan bahawa kitab Bidayat al-Hidayah adalah kitab aqidah dalam bahasa Melayu tertua yang masih wujud. Selepas kecemerlangan kitab Bidayat al-Hidayah, lahirlah nama-nama besar dalam arena persuratan aqidah di Alam Melayu. Antara mereka ialah Syeikh Abdul Samad al-Palembangai dengan kitabnya Zahrat al-Murid fi Bayani Kalimat al-Tauhid yang disiapkan pada tahun1178 H / 1764 M. Sepuluh tahun selepas itu muncul pula Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dengan judul kitabnya Tuhfat al-Raghibin fi Bayani Haqiqat Iman al-Mukminin, tahun 1188 H / 1774 M. Ulama’ yang paling produktif dalam penghasilan karya dalam bidang ini ialah Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani dengan sekurang-kurang 7 karya telah dihasilkan iaitu ; 1- Kifayat al-Mubtadi wa Irsyadu al-Muhtadi, tanpa tarikh. 2- Risalat Ta’alluqi bi Kalimat al-Iman 3- Dhiaul al-Murid, tanpa dinyatakan tahun. 4- Al-durr al-Tsamin, tahun 1232 H / 1817 M. 5- Wardu al-Zawahir, tahun 1245 H / 1831 H. 6- Al-Bahjat al-Wardiyah, tahun 1259 H / 1845 M. 7- Al-Bahjah al-Saniyah fi al-’Aqidah al-Sunniah, tahun 1258 H / 1844 M. Selain kitab-kitab tauhid yang disusun khas seperti di atas, Syeikh Daud al-Fatani juga menulis ilmu ini pada bahagian awal kitab-kitab feqahnya iaitu kitab Hidayat al-Muta’allim, al-Jawahir al-Saniyyah, Sullamu al-Mubtadi, Fathu al-Mannan dan Furu’ al-Masail. Selain Syeikh Daud al-Fatani terdapat beberapa orang lagi tokoh dalam bidang ini seperti Syeikh Abdul Rahman Siddiq Bin Muhammad Afif, Mufti kerajaan Inderagiri, Sumatera, dengan kitabnya Fathu al-’Alim, juga Syeikh Zainal Abidin Bin Muhammad al-Fatani dengan kitabnya ’Aqidat al-Najin, tahun 1308 H / 1890 M. Disamping itu tidak ketinggalan Syeikh Zainuddin Bin Muhammad Badawi dengan kitabnya Siraj al-Huda. Tokoh kedua yang banyak berkarya dalam bidang ini selepas Syeikh Daud al-Fatani ialah Syeikh Ahmad al-Fatani dengan menghasilkan sekurang-kurangnya 7 buah kitab. Sinopsis ringkas kitab-kitab tersebut adalah seperti berikut iaitu : 1- Jumantut Tauhid, diselesaikan Masjid Al-Azhar, Mesir tahun 1293 H /1876 M 2- Munjiatul ‘Awwam li Manhajil Huda minaz Zhalam, diselesaikan di Masjid Al-Azhar, Mesir, tahun 1293 H / 1876 M 3- Minhajus Salam fi Syarhi Hidayatul ‘Awwam, diselesaikan di Makkah, tahun 1306 H / 1888 M 4- ‘Iqdul Juman fi ‘Aqidatil Iman, diselesaikan di Makkah , 1306 H / 1888 5- Risalah Kecil Sifat Dua Puluh, 1321 H / 1895 M 6- Faridatul Faraid fi ‘Ilmil ‘Aqaid , diselesaikan di Makkah, 1313 H / 1895 M 7- An-Nurul Mubin , diselesaikan di Makkah, tanpa tarikh. Selain karya khusus seperti yang dinyatakan, terdapat juga karya tauhid beliau yang disisip pada bahagian awal kitab-kitabnya yang lain seumpama pada kitab al-Bahjatu Mubtadin dan ‘Unwanu al-Falah.
Disamping itu terdapat juga penjelasan yang panjang mengenai aqidah yang dimuat pada bahagian awal al-Fatawa al-Fataniah, juga pada Hadiqat al-Azhar. Selain itu, tulisan beliau juga terdapat pada kitab-kitab aqidah yang ditashihkannya, di antaranya di bahagian tepi kitab Bidayat al-Hidayah karangan Syeikh Muhammad Zain Bin Faqeh Jalaluddin Aceh dan pada al-Durr al-Tsamin karangan Syeikh Daud al-Fatani. Selain menulis dan mengajar bidang ilmu kalam ini, Syeikh Ahmad al-Fatani juga memainkan peranan yang sangat besar terhadap penyebaran kitab-kitab aqidah yang di karang oleh para ulama’ sebelumnya, mahupun sezaman dengannya. Bermula dengan kitab Bidayat al-Hidayah karangan Syeikh Muhammad Zain Bin Faqeh Jalaluddin Aceh hingga karya Syeikh Daud al-Fatani semuanya ditashih dan diusahakan percetakannya oleh Syeikh Ahmad al-Fatani.(Wan Shaghir,2001) Dengan penjelasan di atas, dapat dirumuskan bahawa Syeikh Ahmad al-Fatani merupakan tokoh terbesar dalam penyebaran ilmu Islam di Nusantara.
3.8 PERJUANGAN DI PERINGKAT ANTARABANGSA Sumbangan pemikiran Syeikh Ahmad al-Fatani tidak terbatas pada dunia Melayu sahaja malah sumbangan dan jasanya menjangkaui dunia Islam keseluruhannya. Perkara ini dapat dibuktikan dengan beberapa siri perjuangan dan pemikiran yang dilakukan semasa hidupnya. Secara ringkasnya siri perjuangan tersebut dapat dinyatakan dalam 4 perkara;
3.8.1 Menyebarkan keilmuan Islam melaui media cetak Sebelum zaman hidupnya Syeikh Ahmad al-Fatani, media cetak dunia Melayu hanya menggunakan huruf batu (litografi). Naskhah yang diterbitkan pula berkisar kepada syair dan hikayat. Kitab-kitab hukum hakam Islam seperti fiqh, tauhid, tasauf dan ilmu-ilmu lain, hampir-hampir tidak dipedulikan. Keadaan yang sama berlaku di dunia Islam yang lain.
Dalam tahun 1871 Masihi Syeikh Ahmad al-Fatani yang ketika itu berusia 16 tahun mulai menyedari perkara itu setelah beliau menemui beberapa kitab yang diterbitkan tidak sesempurna tulisan tangan aslinya. Timbullah aspirasi daripada beliau untuk membuat penelitian terhadap naskhah secara mendalam. Kitab-kitab yang telah ditelitinya sama ada dalam bahasa Arab mahupun Melayu di bawanya pergi ke Mesir pada tahun 1876 Masihi .
Di Mesir beliau mengemukakan ideanya kepada sahabatnya Syeikh Mustafa al-Baby al-Halaby, seorang saudagar Arab yang memiliki mesin cetak, namun hanya naskhah dalam bahasa Arab yang dipersetujui oleh Syeikh Mustafa al-Halaby. Maka Syeikh Ahmad al-Fatani pun mula bekerjasama dengan Syeikh Mustafa al-Halabiy dalam membuat penelitian terhadap kitab-kitab Arab yang akan diterbitkan. Kitab-kitab Melayu pula, Syeikh Ahmad al-Fatani mendapat modal daripada al-Amjad al-Kasmiri Fida Muhammad dan anaknya Abdul Ghani, seorang India yang beragama Islam di Mesir.
Ketika inilah Syeikh Ahmad al-Fatani mencipta satu istilah ” tashih” dan ”taslih”. Kitab Melayu pertama yang ditashihkannya ialah Hidayat al-Salikin, karya Syeikh Abdul Somad al-Falembani yang dicetak oleh Matba’ah Syeikh Hasan al-Tukhi yang terletak berhampiran Masjid Jamik al-Azhar.
Sementara itu di Makkah, Syarif Makkah melarang kemasukan kitab-kitab selain bahasa Arab di Makkah dan Madinah. Keadaan ini menyebabkan Syeikh Ahmad al-Fatani mengirim surat protes kepada Sultan Abdul Hamid Khan Tsani, Sultan Turki Usmaniah yang berkuasa pada ketika itu. Syeikh Ahmad al-Fatani memahami strategi dan situasi politik pada ketika itu, di mana Syarif Makkah pada ketika itu adalah di bawah panji-panji kesultanan Turki Usmaniah. Di samping itu, beliau juga bercita-cita untuk mengadap Sultan Turki Usmaniah untuk membuat perbincangan. Namun, sebelum itu, beliau terlebih dahulu membuat pengembaraan ke merata tempat di Timur tengah dan Eropah untuk mempelajari teknologi terkini mesin cetak. Dengan takdir Allah S.W.T. Syeikh Ahmad al-Fatani diundang bertemu mengadap Sultan Abdul Hamid Khan Tsani dan segala pandanganya dikemukan kepada baginda. Dengan hujah-hujah yang mantap akhirnya Sultan Abdul Hamid khan menerima pemikiran Syeikh Ahmad dan beliau telah dilantik sebagai Ketua Jawatankuasa Pengadaan Percetakan kerajaan Turki Uthmaniah ( Matb’ah al-Amiriyah) Turki-Uthmaniah.
Akhirnya, tiga buah percetakan kerajaan Turki diwujudkan iaitu di Istanbul, Kaherah dan Makkah. Pada awalnya ketiga-tiga percetakan tersebut di namakan Matba’ah al-Amiriyah, akhirnya disingkatkan dengan nama Matba’ah al-Miriyah sahaja. Setelah setahun Syeikh Ahmad al-Fatani bertugas di Istanbul, beliau bertugas pula di Matba’ah al-Miriyah al-Kainah bi Bulaq, Mesir, sebagai Ketua Tashih Matba’ah yang berperanan melakukan tashih terhadap kitab-kitab Arab dan Melayu. Selepas itu, pada tahun 1882 Masihi barulah Syeikh Ahmad al-Fatani berpindah ke Makkah menjadi Ketua Tashih di Matba’ah al-Miriyah al-Kainah, Makkah al-Musyarrafah.
Setelah di Makkah barulah beliau membahagikan tugas tashih kepada beberapa bahagian. Bahagian Bahasa Melayu yang menggunakan tulisan Jawi ditugaskan kepada dua orang muridnya iaitu Syeikh Daud Bin Ismail al-Fatani dan Syeikh Idris Bin Hussein al-Kelantani. Untuk menyemak karya yang berasal dari Aceh ditugaskan kepada Syeikh Ismail Bin Abdul Mutallib al-Asyi, bahgian jawa pula diserahkan kepada Syeikh Abdul Hamid Kudus dan bahagian Bugis diserahkan kepada Syeikh Muhammad Amin Bugis. Sekitar tahun 1882 Masihi hingga 1889 Masihi Syeikh Ahmad al-Fatani sering berulang alik antara Mesir, Makkah, Istanbul dan dua kali mengunjungi Bombay, Cam, Patani, Semenanjung Tanah Melayu, Singapura dan Riau.
Kitab-kitab yang dicetak dengan permodalan Kerajaan Turki Uthmaniah disebarkan secara besar-besaran ke seluruh dunia Islam. Selain itu Syeikh Ahmad al-Fatani juga merancang Memperkembangkan media cetak itu di dunia Melayu, dengan tujuan mencetak karya-karya yang dihasilkan oleh para ulama’ dan intelektual Melayu sendiri. Beliau telah melantik beberapa muridnya sebagai perintis ke arah itu. Di Kelantan beliau melantik Syeikh Daud Bin Ismail al-Fatani dan percetakannya dinamakan Matba’ah al-Miriyah al-Kalantaniyah yang terletak di Kota Bharu. Raja Ali Kelana pula ditugaskan di Riau dengan nama percetakan Matba’ah al-Miriyah al-Ahmadiyah atau lebih dikenali Matba’ah Ahmadiyah. Selain itu dinamakan juga Matba’ah al-Miriyah al-Riyauwiyah atau lebih dikenali Matba’ah Riyauwiyah. Matba’ah di Riau ini kemudiannya dilanjutkan dengan penubuhan Matba’ah al-Usrah di Singapura.
3.8.2 Memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Melayu. Selain seorang ulama’ yang menjadi pelupor di arena percetakan, Syeikh Ahmad al-Fatani juga merupakan seorang pejuang kemerdekaan. Semenjak diusia muda beliau telah menjadi penggerak gerakan memperjuangkan kemerdekaan umat Islam dari penjajahan bangsa penjajah. Pada tahun 1290 H / 1873 M beliau telah mengasaskan Jam’iyatu al-Fatanah dan ianya berlanjutan hingga ke hari tuanya. Ahli- ahli organisasi tersebut terdiri daripada semua ulama’ dan pelajar yang berasal dari dunia Melayu yang berada di Makkah ketika itu. Organisasi tersebut, selain memperjuangkan bahan-bahan percetakan, turut mempunyai pusat jualan buku di Makkah dan lain-lain, sekaligus mengkaderkan para pelajar Melayu di Makkah ke arah pembebasan tanah air dari cengkaman penjajah. Syeikh Ahmad al-Fatani berulang kali meminta bantuan kerajaan Turki Uthmaniah disambing beliau memperkenalkan beberapa orang muridnya. Diantara mereka yang dikaderkan khusus untuk dunia diplomatik ialah Raja Ali Kelana yang berasal dari Riau. Pengaruh Jam’iyat al-Fatanah yang diasaskan oleh Syeikh Ahmad al-Fatani di Makkah itu telah memberikan ilham dan kepandaian dalam pengurusan berorganisasi kepada murid-muridnya.
Kesan daripada tarbiah tersebut lahirlah pelbagai organisai di Tanah Melayu yang dibangunkan oleh murid-muridnya. Antara yang terawal ialah penubuhan Rusydiyah Klab tahun 1880 Masihi dan Jam’iyat al-Khairiyah di Riau. Sementara itu pelajar-pelajar Melayu di Mesir menubuhkan al-Jam’iyyat al-Khairiyah Fi Talabah al-Azhariyah al-Jawiyyah pada tahun 1923 Masihi. Di Indonesia, tertubuhnya Nahdhatu al-Ulama’ yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia hingga ke hari ini, yang dipolupori K.H Hasyim Asya’ari, juga merupakan murid kepada Syeikh Ahmad al-Fatani. Seorang lagi murid beliau K.H. Sulaiman Rasuli dan kawan-kawannya telah menubuhkan Persatuan Tarbiah Islamiah, yang pernah menjadi parti politik Islam di Indonesia.
Selain itu, murid-murid Syeikh Ahmad al-Fatani yang berada di Kelantan seperti Tok Kenali, Nik Mahmud Perdana Menteri Paduka Raja Kelantan dan lain-lain merupakan pengasas kepada tertubuhnya Majlis Ugama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan. 3.8.3 Mewakili ulama’ Makkah demi kepentingan Islam. Syeikh Ahmad al-Fatani telah diiktiraf sebagai ulama’ besar di Makkah pada zamannya. Status ini secara tidak lansung, telah menggolongkan beliau dalam senarai golongan ulama’ besar di peringkat antarabangsa. Perkara ini dapat dibuktikan dimana Syeikh Ahmad al-Fatani sentiasa menjadi wakil dalam setiap persidangan ulama’ yang diadakan sama ada di Istanbul, Turki dan lain-lainnya. Antara peristiwa terpenting ialah kepercayaan yang diberikan kepada beliau mewakili ulama Makkah untuk bertemu dengan Syeikh Muhammad Abduh di Mesir dan Saiyid Muhammad Yusuf al-Nabhani di Beirut bagi mencari titik perdamaian dalam pertikaian khilafiah antara mereka berdua. Dalam deligasi tersebut, Syeikh Ahmad al-Fatani membawa beberapa orang muridnya di antaranya To Kenali.
3.8.4 Orang kepercayaan Kerajaan Turki Usmaniyyah. Selain diberi kepercayaan sebagai pengelola dan perancang kerja-kerja percetakan dan penerbitan kerajaan Turki Usmaniyyah yang telah disebutkan, Syeikh Ahmad al-Fatani juga telah dilantik sebagai Tokoh Bahasa dan Sastera Arab Kerajaan Turki Usmaniyyah di Hijaz dan Penasihat Syarif atau Raja Makkah. Perlantikan dilakukan serentak dengan dikurniakan anugerah sebagai rakyat Turki Uthmiyah pada 28 Rejab 1307 H / 1889 Masihi, demi memudahkan urusan-urusan pentadbiran dan politik. Selain itu, berdasarkan isi kandungan surat-surat timbal balik antara Syeikh Ahmad al-Fatani dengan beberapa sultan di dunia Melayu, dapatlah disimpulkan pula bahawa beliau juga merupakan penasihat kepada sultan –sultan Melayu, walaupun tidak rasmi seperti yang berlaku dengan kerajaan turki Usmaniyyah.
Di antara surat-surat yang telah di temui seperti surat dari Raja Kelantan, yang menyentuh berkenaan Tariqat Ahmadiyah, surat Raja Muda Jambu, mengenai campur tangan kerajaan Siam di Negeri Jerim, dan surat kepada Sultan Zainal Abidin III, mengenai isu bahasa Melayu, tamadun Islam, perundangan dan lain-lain lagi (Wan Shaghir,1995, kertas kerja:seminar antarabangsa kesusateraan Melayu IV).
3.9 Rumusan Berdasarkan keterangan yang telah diberikan dapatlah disimpulkan bahawa Syeikh Ahmad al-Fatani sememangnya seorang ulama’ Islam yang ulung dan berjasa besar dalam menyampaikan risalah Islam. Ulama, berdarah Melayu dari Negeri Fatani ini sepatutnya menjadi inspirasi kepada anak-anak Melayu yang lain bahawa mereka juga boleh setanding dengan bangsa-bangsa lain, menjadi ilmuan dan tokoh dipersada antarabangsa. Kehebatan beliau bukanlah datang bergolek, tetapi dengan kecekalan dan kesabaran yang tidak putus disamping keberkatan doa yang tulus daripada orang-orang tuanya. Kita juga dapat melihat bagaimana untuk melahirkan insan berjiwa hebat seperti Syeikh Ahmad al-Fatani bermula dengan keturunan yang hebat-hebat dan mulia juga. Perkara ini bukanlah suatu yang aneh, bahkan ia merupakan sunnatu Allah . Lihat sahaja junjungan besar Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari susur galur yang terbaik dan termulia. Berkat ketaqwaan si bapa atau si datuk, sedikit sebanyak akan mencurah kepada keturunannya, dan perkara ini kita dapat lihat dengan jelas pada sejarah hidup Syeikh Ahmad al-Fatani. Selain yang disebutkan, pembinaan insan bertaraf ulama’ seperti Syeikh Ahmad al-Fatani bermula semenjak ubun-ubunnya masih lembut. Semenjak awal beliau telah didedahkan dengan al-Quran dan ilmu-ilmu alat yang lain yang menjadi teras dan asas kepada penguasaan ilmu-ilmu lain.
Disamping itu, pendampingan beliau dengan guru-guru yang mursyid telah memberi kesan mendalam tehadap pembentukan peribadi luhur serta ilmu yang berkesan. Ulama’ yang sebenar bukanlah yang hanya pandai mengajar kitab dan mengetahui selok belok hukum hakam.
Ulama’ yang sebenar ialah mereka yang mampu menghidupkan ummah dengan ilmu dan ketaqwaan, mampu merongkai permasalahan dan delema ummah, memimpin manusia dicelah-celah ranjau dunia yang berliku menuju petujuk ilahi. Perkara ini hanya mampu dilakukan oleh mereka yang benar-benar tulus hubungannya dengan Allah disamping mempunyai pengalaman dan pengetahuan meluas tentang dunia yang melingkunginya. Pengalaman dan pengetahuan Syeikh Ahmad al-Fatani yang meluas melalui pengembaraannya menuntut ilmu barangkali telah membentuk dimensi yang baru terhadap masa depan umat Islam khususnya bangsa Melayu. Jauh perjalanan luas pandangan apatah lagi kerana mencari ilmu pengetahun, telah membentuk personaliti dan pemikiran yang mampan. Mudah-mudahan kejayaan Syeikh Ahmad al-Fatani dalam mendidik dan mengembangkan ilmu Islam dapat dijadikan tauladan dan inspirasi kepada generasi alaf baru ini untuk terus menyambung bakti, menyampaikan risalah Islam.

Perayaan Agama Islam yang Syirik: Hari Valentin

Valentine Day : Perayaan Agama Syirik
'Valentine Day' atau 'Hari Menyambut Kekasih' yang jatuh pada setiap 14 Februari disambut oleh orang Kristian diseluruh dunia. Umat Islam dilarang menyertai sambutan hari tersebut walau bagaimana cara pun kerana ia adalah sambutan kedua terbesar selepas 'Hari Natal' oleh orang Kristian. Kerana kejahilan dan kurang kefahaman agama telah membuatkan umat Islam baik dari peringkat bawahan sehinggalah ketahap pemimpin telah mengagung-agungkan sambutan 'Hari Kekasih'. Islam tidak menghalang penganut agama lain menyambut hari tersebut tetapi tidak bagi umat Islam kerana ia melibatkan akidah yang tidak boleh dipandang ringan.
Benarlah bagai yang di kata bahwa kejahilan itu mendekatkan diri kepada kekufuran.
Siapakah Santo Valentino ?.
Pertama : Santo Valentine adalah nama seorang paderi yang dianggap pelindung orang bercinta. Dia dihukum mati kerana melanggar perintah yang dibuat oleh Maharaja Claudius II Gothicus. Maharaja Claudius melarang pemuda-pemuda bujang dari berkahwin. Dia menganggap tentera yang masih bujang jauh lebih berprestasi berbanding yang sudah berkahwin. Perkara ini ditentang oleh Valentino dan tanpa pengetahuan Maharaja Clausdius, beliau telah mengahwinkan pasangan pemuda-pemudi. Valentino telah dihukum pancung di Rome pada 14 Februari 270 M dan dikebumikan di tepi jalan Flaminia. Pada tahun 496 M, pihak Vatican yang diketuai oleh Paus Glasisus I telah menjadikan kisah ini sebagai satu perayaan dengan nama St.Valentine's Day sebagai menghormati Santo Valentino yang dirayakan pada setiap 14 Februari.
Hari Valentine yang jatuh pada 14 Februari selalu dikait dengan kasih sayang. Benarkah hari Valentine itu hari untuk menebar kasih sayang?. Bila diteliti lebih lanjut Valentine's Day adalah sebuah acara keagamaan Romawi yang menyembah Dewa Lupercus (dewa kesuburan, padang rumput dan haiwan ternakan). Juga dihubungkan dengan penyembahan Dewa faunus sebagai dewa alam semesta dan pemberi wahyu dan diadakannya di bukit Falatine. Upacara dimulai dengan mengorbankan beberapa ekor kambing dan seekor anjing lalu dua dua pemuda dibawa kesebuah altar. Sebilah pisau yang berlumuran darah disentuhkan ke kening mereka dan mereka harus tertawa. Setelah itu darah dikening dibersihkan dengan kain wol yang dicelupkan kedalam susu. Kemudian mereka dibagi menjadi dua kelompok dan berlari kearah yang berlawanan mengelilingi bukit dan tembok kota Falatine. Mereka mensetubuhi wanita yang dijumpai guna mengembalikan kesuburannya. Namun para wanita itu dengan senang hati menerima persetubuhan tersebut.
Pada masa pemerintahan Maharaja Constantin (280-337 M) baru upacara tersebut mendapat tambahan. Maharaja pertama yang memeluk agama Nasrani memberi peluang kepada gereja untuk memberi pengaruhnya. Acara tambahannya dimulai dengan puisi-puisi cinta yang disampaikan para gadis dan diletakkan dalam sebuah jambatan kemudian diambil oleh para pemuda. Setelah itu mereka berpasangan dan menari yang diakhiri dengan tidur bersama yang lengkap dengan penzinaannya.
Mengikut cerita kedua, Valentino adalah seorang paderi yang berjaya memurtadkan lebih sejuta umat Islam Sepanyol selepas kekalahan kerajaan Islam disana. Apabila Sepanyol berjaya ditawan oleh tentera Salib, umat Islam yang ditawan telah diseksa dan dibunuh dengan kejam. Pada ketika itulah Valentino memainkan peranannya dalam usaha memurtadkan umat Islam. Mereka telah diberi pilihan, diseksa dan dibunuh atau dibebaskan dengan syarat memeluk agama Kristian. Dalam masa yang sama, beliau telah jatuh cinta kepada seorang gadis Kristian yang bernama Isabella. Tetapi cinta mereka terhalang disebabkan seorang paderi tidak dibenarkan berkahwin mengikut ajaran Kristian kerana Nabi Isa a.s. sendiri tidak berkahwin. Oleh kerana cintanya kepada Isabella, Valentino telah membawa perkara ini kepada pihak atasan di Rome yang mana satu perbahasan telah dilakukan.
Selepas itu pihak Pope telah mengeluarkan dikri dengan membenarkan paderi Valentino berkahwin dengan kekasihnya Isabella. Ini adalah perkara pertama dalam sejarah agama Kristian yang mana paderi Valentino adalah paderi pertama yang dibenarkan berkahwin. Kebenaran yang diberikan oleh pihak gereja kepada paderi Valentino kerana jasa-jasanya yang besar, iaitu memurtadkan umat Islam di Sepanyol. Beliau juga telah diangkat sebagai seorang Santo oleh pihak Vatican di Rome.
Samada versi pertama atau kedua..semuanya menunjukkan perayaan ini adalah perayaan agama syirik dan kufur yg merosakkan aqidah seorang Islam dan keaiban yg sangat besar bagi umat Islam.

Hadis Mencintai Seorang Wanita

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari sahabat Anas bin Malik, beliau berkata: 
ﺃﻥ ﺭﺟﻼً ﻛﺎﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻤﺮ ﺑﻪ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧﻲ ﻷﺣﺐ ﻫﺬﺍ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺃﻋﻠﻤﺘﻪ؟ ﻗﺎﻝ: ﻻ، ﻗﺎﻝ: ﺃﻋﻠﻤﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻓﻠﺤﻘﻪ ﻓﻘﺎﻝ: ﺇﻧﻲ ﺃﺣﺒﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: ﺃﺣﺒﻚ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺣﺒﺒﺘﻨﻲ ﻟﻪ 
Bahwasanya ada seorang sahabat yang sedang berada di sisi Nabi shāllallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, kemudian seseorang lewat di hadapan mereka. Lantas sahabat ini mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepadanya: “Apakah engkau telah memberitahukan rasa cintamu kepadanya?” Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Jika demikian, pergilah dan beritahukan kepadanya”. Maka ia langsung menemui orang itu dan mengatakan “Inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah), lalu orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu” (Semoga Allah mencintaimu, Dzat yang telah menjadikanmu mencintai aku karena-Nya). Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dan Abu Dawud dalam Sunan- nya. Hadist ini juga diriwayatkan oleh ath- Thabrani dalam Al-Mu’jam.