Ketika di Pondok dulu, kami bersama kawan-kawan tidak pernah tahu,
biografi al-Imam al-Syarwani, penulis Hawasyi al-Syarwani ‘ala Tuhfah
al-Muhtaj, karya al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah.
Karenanya sekarang kami catat, barangkali ada yang ingin tahu siapa
sebenarnya beliau.
Beliau adalah al-Imam Abdul Hamid bin al-Husain al-Daghistani al-Syarwani al-Makki. Tidak ada informasi tentang tahun kelahirannya. Hanya saja, setelah beliau menekuni berbagai ilmu agama di negerinya, Daghistan, beliau mengembara ke Negara-negara Islam dalam rangka menuntut ilmu. Ia mengembara ke Istanbul, lalu ke Mesir. Di kedua kota pusat keilmuan Islam pada masa tersebut, al-Syarwani menimba ilmu dari para ulama terkemuka di sana, antara lain Syaikh Mushthafa al-Wadini dan Syaikhul-Islam Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri. Kemudian setelah menamatkan pendidikannya di kedua kota tersebut, beliau datang ke kota Makkah al-Mukarramah dan tinggal di tanah suci tersebut.
Kesibukannya diisi dengan mengajar, mendidik para kader dan menulis karangan, hingga merampungkan Hawasyi (catatan pinggir) terhadap Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj, karya Ibnu Hajar al-Haitami, dan dicetak di Mesir dalam 10 jilid.
Al-Syarwani menguasai tiga bahasa, Arab, Persia dan Turki. Ia mengambli Tarekat Naqsyabandiyah dari Syaikh Muhammad Muzhhir, mendapat ijazah dan menjadi murid beliau.
Secara kepribadian, al-Syarwani seorang ulama yang disiplin, berwibawa dan lebih banyak diam. Pada akhir hayatnya, beliau sibuk mengajar. Banyak para pelajar yang berkumpul bersama beliau, menimba ilmu zhahir maupun batin. Biasanya, setelah waktu shubuh beliau mengajar kitab Tuhfah karya Ibnu Hajar. Al-Syarwani memang penganut mazhab Syafi’i yang sangat kuat. Beliau juga senang menyendiri dan banyak melakukan uzlah. Selesai sarapan pagi, biasanya beliau masuk kamar pribadinya di Madrasah Sulaimaniyah, duduk di sana hingga waktu ashar, membaca aurad dan melakukan muraqabah kepada Allah. Ia tidak membolehkan siapapun masuk ke kamarnya, kecuali anak-anaknya, selain pada hari Jum’at dan Selasa. Pada dua hari itu, biasanya melayani orang-orang yang punya hajat pada beliau.
Ia juga selalu menjaga awal waktu dalam menunaikan shalat maktubah dan selalu berhati-hati. Dalam mendidik murid-muridnya, beliau mendidik mereka dengan cara yang sederhana, tidak terlalu ketat, seperti yang dilakukan oleh guru-gurunya. Hanya saja aspek keilmuan beliau lebih popular dari pada aspek spiritualnya. Ketika menyendiri, biasanya beliau menelaah kitab-kitab, terutama dalam mengoreksi karyanya, Hawasyi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj. Al-Syarwani telah diperintahkan oleh gurunya, Syaikh Muhammad Muzhhir, untuk menjadi penggantinya sebagai Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.
Al-Syarwani wafat pada malam Kamis, 26 Dzul Hijjah tahun 1301 Hijriah/1814 M.
Semoga Allah menyirami beliau dengan rahmat-Nya dan mengalirkan berkahnya kepada kita, amin. Demikian informasi yang dicatat dalam sejarah
Beliau adalah al-Imam Abdul Hamid bin al-Husain al-Daghistani al-Syarwani al-Makki. Tidak ada informasi tentang tahun kelahirannya. Hanya saja, setelah beliau menekuni berbagai ilmu agama di negerinya, Daghistan, beliau mengembara ke Negara-negara Islam dalam rangka menuntut ilmu. Ia mengembara ke Istanbul, lalu ke Mesir. Di kedua kota pusat keilmuan Islam pada masa tersebut, al-Syarwani menimba ilmu dari para ulama terkemuka di sana, antara lain Syaikh Mushthafa al-Wadini dan Syaikhul-Islam Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri. Kemudian setelah menamatkan pendidikannya di kedua kota tersebut, beliau datang ke kota Makkah al-Mukarramah dan tinggal di tanah suci tersebut.
Kesibukannya diisi dengan mengajar, mendidik para kader dan menulis karangan, hingga merampungkan Hawasyi (catatan pinggir) terhadap Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj, karya Ibnu Hajar al-Haitami, dan dicetak di Mesir dalam 10 jilid.
Al-Syarwani menguasai tiga bahasa, Arab, Persia dan Turki. Ia mengambli Tarekat Naqsyabandiyah dari Syaikh Muhammad Muzhhir, mendapat ijazah dan menjadi murid beliau.
Secara kepribadian, al-Syarwani seorang ulama yang disiplin, berwibawa dan lebih banyak diam. Pada akhir hayatnya, beliau sibuk mengajar. Banyak para pelajar yang berkumpul bersama beliau, menimba ilmu zhahir maupun batin. Biasanya, setelah waktu shubuh beliau mengajar kitab Tuhfah karya Ibnu Hajar. Al-Syarwani memang penganut mazhab Syafi’i yang sangat kuat. Beliau juga senang menyendiri dan banyak melakukan uzlah. Selesai sarapan pagi, biasanya beliau masuk kamar pribadinya di Madrasah Sulaimaniyah, duduk di sana hingga waktu ashar, membaca aurad dan melakukan muraqabah kepada Allah. Ia tidak membolehkan siapapun masuk ke kamarnya, kecuali anak-anaknya, selain pada hari Jum’at dan Selasa. Pada dua hari itu, biasanya melayani orang-orang yang punya hajat pada beliau.
Ia juga selalu menjaga awal waktu dalam menunaikan shalat maktubah dan selalu berhati-hati. Dalam mendidik murid-muridnya, beliau mendidik mereka dengan cara yang sederhana, tidak terlalu ketat, seperti yang dilakukan oleh guru-gurunya. Hanya saja aspek keilmuan beliau lebih popular dari pada aspek spiritualnya. Ketika menyendiri, biasanya beliau menelaah kitab-kitab, terutama dalam mengoreksi karyanya, Hawasyi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj. Al-Syarwani telah diperintahkan oleh gurunya, Syaikh Muhammad Muzhhir, untuk menjadi penggantinya sebagai Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.
Al-Syarwani wafat pada malam Kamis, 26 Dzul Hijjah tahun 1301 Hijriah/1814 M.
Semoga Allah menyirami beliau dengan rahmat-Nya dan mengalirkan berkahnya kepada kita, amin. Demikian informasi yang dicatat dalam sejarah
sumbernya ngga ditampilin..
BalasHapusngarang ngga nih