Dalam sebuah diskusi jarak jauh antara penulis dengan seorang
Salafi-Wahabi dari Balikpapan, seputar bid’ah hasanah, terjadi dialog
berikut ini:
Salafi-Wahabi: “Kelompok Anda salah dalam membagi bid’ah menjadi dua, ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah dhalalah. Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama. Semua bid’ah pasti dhalalah.”
Saya: “Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama, itu menurut Anda. Kenyataannya bid’ah hasanah memang ada, dasar-dasarnya sangat kuat, baik al-Qur’an, hadits maupun pemahaman Salaful-Ummah”.
Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan adanya bid’ah hasanah itu tidak tepat.”
Saya: “Dasar yang mana yang tidak tepat. Bukankah dalam dialog beberapa waktu yang lalu saya mengajukan sekian banyak dalil. Tolong sebutkan satu saja, dalil bid’ah hasanah kami yang keliru.”
Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan bid’ah hasanah, itu tentang penghimpunan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar . Penghimpunan al-Qur’an itu sudah dilakukan pada masa Nabi saw. Jadi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar itu bukan hal baru.”
Saya: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah , berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”
Salafi-Wahabi: “Itu kan pendapat pribadi Abu Bakar, Umar, Zaid dan sahabat . Bukan hadits Nabi . Kami hanya mengikuti hadits Nabi .”.
Begitulah dialog penulis dengan Salafi-Wahabi dari Balikpapan yang berakhir dengan terkuaknya jati diri Salafi-Wahabi, bahwa mereka tidak menaruh hormat terhadap para sahabat. Salafi-Wahabi merasa lebih mengerti dan lebih konsisten terhadap ajaran agama dari pada para sahabat, termasuk Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar dan Umar
Salafi-Wahabi: “Kelompok Anda salah dalam membagi bid’ah menjadi dua, ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah dhalalah. Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama. Semua bid’ah pasti dhalalah.”
Saya: “Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama, itu menurut Anda. Kenyataannya bid’ah hasanah memang ada, dasar-dasarnya sangat kuat, baik al-Qur’an, hadits maupun pemahaman Salaful-Ummah”.
Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan adanya bid’ah hasanah itu tidak tepat.”
Saya: “Dasar yang mana yang tidak tepat. Bukankah dalam dialog beberapa waktu yang lalu saya mengajukan sekian banyak dalil. Tolong sebutkan satu saja, dalil bid’ah hasanah kami yang keliru.”
Salafi-Wahabi: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan bid’ah hasanah, itu tentang penghimpunan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar . Penghimpunan al-Qur’an itu sudah dilakukan pada masa Nabi saw. Jadi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar itu bukan hal baru.”
Saya: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:
جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ t إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ t يَقُوْلُ لَهُ: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ أَرَى الْقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِي الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِي مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ ؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ t فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ ؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ : إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري.
“Sayidina Umar t mendatangi Khalifah Abu Bakar t dan berkata: “Wahai Khalifah Rasulullah ,
saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan
para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an
dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab: “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah ?” Umar berkata: “Demi Allah, ini baik”. Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit t, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab: “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah ?” Keduanya menjawab: “Demi Allah, ini baik”.
Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada
Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar dalam rencana
ini”. (HR. al-Bukhari).Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah , berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”
Salafi-Wahabi: “Itu kan pendapat pribadi Abu Bakar, Umar, Zaid dan sahabat . Bukan hadits Nabi . Kami hanya mengikuti hadits Nabi .”.
Begitulah dialog penulis dengan Salafi-Wahabi dari Balikpapan yang berakhir dengan terkuaknya jati diri Salafi-Wahabi, bahwa mereka tidak menaruh hormat terhadap para sahabat. Salafi-Wahabi merasa lebih mengerti dan lebih konsisten terhadap ajaran agama dari pada para sahabat, termasuk Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar dan Umar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar