Minggu, 29 Maret 2015

Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta Menuntut Agar Diberi

KITAB RIYADHUS SHALIHIN : Bab 59. Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta Menuntut Agar Diberi

Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau shalat telah diselesaikan, maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari keutamaan Allah," hingga habisnya ayat. (al-Jumu'ah: 10)

537. Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya -untuk mengikat- lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali -di negerinya- dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya, kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya -menjaga harga diri dari meminta-minta-, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya." (Riwayat Bukhari)

538. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya jikalau seseorang dari engkau semua itu mencari sebongkokan kayu bakar dan diletakkan di atas punggungnya, itu adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang, kemudian orang yang dimintai itu memberinya atau menolak permintaannya." (Muttafaq 'alaih)

539. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Adalah Nabi Dawud 'alaihis-salam itu tidak suka makan sesuatu, kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri -yakni hasil kerjanya sendiri-." (Riwayat Bukhari)

540. Dari Abu Hurairah r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Nabi Zakariya 'alaihis-salam itu adalah seorang tukang kayu." (Riwayat Muslim)

541. Dari al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang itu makan sesuatu makanan, sekalipun sedikit, yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud 'alaihis-salam itu juga makan dari hasil usaha tangannya sendiri." (Riwayat Bukhari)
Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha
525. Dari Hakim bin Hizam r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan yang bagian atas -yang memberi- adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian bawah -yang diberi-. Dan dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu -yakni yang wajib dinafkahi-. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar kebutuhan -yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi-. Barangsiapa yang enggan meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan barangsiapa tidak membutuhkan pemberian manusia, maka Allah akan memberikan kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.

526. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mempersangatkan dalam meminta sesuatu, sebab demi Allah, tidaklah seorang dari engkau semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat mengeluarkan sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang dengan cara memintanya, selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam apa-apa yang saya berikan." (Riwayat Muslim) Maksudnya bahwa rezeki yang berasal dari meminta, apabila rezeki itu menjadi bertambah banyak dan kekal karena dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta dengan baik yakni tidak seolah-olah memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya dari yang diminta dengan nada yang seolah-olah memaksa.

527. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i r.a., katanya: "Kita semua ada di sisi Rasulullah s.a.w. dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Padahal kita semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada beliau itu, oleh sebab itu kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya Rasulullah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu membeberkan tangan-tangan kita dan kita berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada Tuan, ya Rasulullah dan sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu dan sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta sesuatu apapun dari orang-orang." Maka sungguh saya pernah melihat ada orang yang termasuk golongan orang-orang di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak meminta seorang supaya diambilkan cemetinya tadi." (Riwayat Muslim)

528. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya permintaan itu menghinggapi seorang diantara engkau semua -yakni orang yang senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan berhenti-, sehingga ia menemui Allah Ta'ala -yaitu pada hari kiamat nanti- sedang di wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun -jadi dalam keadaan sangat hina dina-." (Muttafaq 'alaih)

529. Dari Ibnu Umar r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, sedang di kala itu beliau berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri dari meminta: "Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah. Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan -yakni yang memberikan sedekah, sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta-." (Muttafaq 'alaih)

530. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya menjadi banyak apa yang dimilikinya -jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta-, maka sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih hendak mempersedikitkan atau memperbanyakkan -siksanya-." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis di atas dapat diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang meminta-minta lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan disiksa dalam neraka dan oleh Rasulullah s.a.w. dikiaskan sebagai orang-orang yang meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya menurut lahiriyah sabda beliau s.a.w., yaitu bahwa bara api akan dimasukkan dalam seterika dan kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada punggung dan lambungnya, seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban zakat, namun enggan mengeluarkan atau menunaikan kewajiban zakatnya. Demikianlah yang diuraikan oleh al-Qadhi'Iyadh dalam menafsiri hadits di atas.

531. Dari Samurah bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya permintaan adalah suatu cakaran yang seorang itu mencakarkan sendiri ke arah mukanya, kecuali jikalau seorang itu meminta kepada sultan -penguasa negara- atau ia meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

532. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dihinggapi oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia -yakni meminta tolong kepada sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu-, maka tentu tidak akan tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah -yakni mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya-, maka bersegeralah Allah akan memberinya rezeki yang kontan -cepat diberikannya- atau rezeki yang dilambatkan memberikannya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk kepentingan umat dan masyarakat.

533. Dari Tsauban r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan kepada saya bahwa ia tidak akan meminta apapun dari para manusia dan saya memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga?" Saya berkata: "Saya." Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja. Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.

534. Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, lalu saya datang kepada Rasulullah s.a.w. untuk meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau s.a.w. bersabda: "Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah -zakat- yang datang pada kita, maka dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh dilakukan kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: seorang yang mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, maka bolehlah ia meminta sehingga memperoleh sejumlah harta yang diperlukan tadi, kemudian menahan diri -jangan meminta-minta lagi-. Juga seorang yang mendapatkan sesuatu bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya -lalu menjadi miskin-, maka bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Demikian pula seorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya mengatakan: "Benar-benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka orang semacam itu bolehlah meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga macam orang tersebut di atas, maka permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan suatu perbuatan dosa yang dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh dosa." (Riwayat Muslim) Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun pertengkaran lain-lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai harta seorang -sehingga ia menjadi miskin-. Alqiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran. Alhija ialah akal.

535. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu orang yang berkeliling mendatangi orang banyak -keluar masuk dari rumah ke rumah, dari pintu ke pintu- lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji kurma atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui tentu ia akan diberi sedekah bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar